Mohon tunggu...
Ronny Mailindra
Ronny Mailindra Mohon Tunggu... Insinyur - Penulis

Penulis thriller, fantasi, dan silat. Bekerja sebagai programmer Blog: http://mailindra.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kupas Enigma - Sesion 1

10 September 2015   11:27 Diperbarui: 10 September 2015   12:00 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Ronny Mailindra (@mailindra) Serial kriminalitas dan police procedural seperti CSI cukup sukses di Amerika Serikat sana. Sayang, di Indonesia belum ada yang menggarapnya dengan serius. Keadaan itu berubah saat NET. TV menayangkan ENIGMA. Salut buat NET!
Sumber: NET. TV ENIGMA, seperti yang tertulis di website NET., adalah serial yang mengadopsi kisah drama investigasi pemburuan kasus kejahatan. Pembuat Enigma mengaku menggarap serial ini dengan serius. Seperti yang ditulis Gatra.com, Ferry Salim mengaku tertarik untuk berperan di serial ini karena penggarapannya yang serius. Bahkan, Shanker RS—produser Enigma—membuat klaim bahwa Enigma adalah serial kriminalitas terbaik di Asia. 


Sumber: Gatra

Penggarapan yang serius, menjadi yang pertama dan yang terbaik di Asia, membuatku tertarik untuk menonton. Tulisan ini dibuat setelah menonton serial pertama Enigma, KASUS PEMBUNUHAN ALANA. Fokus tulisan ini adalah aspek cerita. Tanpa panjang lebar, mari kita mulai mengupas Enigma.

1. Pembukaan
Menurut Google, Enigma artinya sesuatu yang misterius atau mengandung teka-teki.

Arti Enigma
Arti Enigma
Sumber: Google.com

Melihat pembukaan Enigma, sepertinya judul itu cocok karena serial ini memang menjanjikan sebuah teka-teki untuk dipecahkan oleh para tokoh dalam cerita. Cerita dibuka dengan gambaran seorang pemulung yang berada di sebuah padang ilalang. Ia berteriak minta tolong karena menemukan sesosok mayat.

Singkat kata, cerita dibuka dengan penemuan mayat seorang wanita. Menurutku, pembukaan Enigma sangat pas (terlepas dari aspek akting si pemulung yang kaku). Seperti sebuah teka-teki, cerita ini memang seharusnya dimulai dengan pengenalan masalah. Penemuan mayat membuka gerbang berbagai pertanyaan untuk bergentayangan di benak penonton.

2. Pengenalan Tokoh
Setelah menunjukkan masalah yang harus dipecahkan, adegan berlanjut dengan pengenalan tokoh. Dimulai dengan gambaran seorang perempuan cantik berpakaian serba hitam menelepon rekan kerjanya bernama Ardi yang sedang membeli kopi.

Adegan selanjutnya, saat Ardi dihadang oleh 3 orang membuatku tersenyum. Adegan ini cukup mengusik. Aku cukup mengerti, cerita ini perlu untuk memperkenalkan tokoh Ardi: bahwa ia tampan, agak konyol, dan jago beladiri. Sayang caranya agak lebay. Bayangkan, preman kampung mana yang berani mengeroyok penyidik polisi dari divisi pembunuhan? Jika saja Ardi menunjukkan menunjukkan lencananya, ketiga orang itu mungkin akan mencium tangan Ardi lalu berlalu sambil minta maaf.

Sisanya, tokoh-tokohnya tampak klise, khas polisi seperti yang dibayangkan banyak orang. Tidak ada yang perlu digali dan diperhatikan dari para tokoh polisi. Tampaknya, produser ingin bermain aman. Mengapa tidak buat komandan yang nyeleneh, ngga jaim , sementara anak buahnya serius?

3. Risiko
Pada adegan awal ditunjukkan bahwa sang komandan sendiri yang turun ke TKP.
Aku jadi bertanya-tanya, Sepenting itukah kasus ini? Lalu pada beberapa adegan disebutkan bahwa komandan dan para polisi ingin kasus ini cepat terungkap. Lebih hebat lagi, pada sesion pertama ini, sang komandan tidak tanggung-tanggung. Beliau menugaskan 3 orang penyidik!

Sayangnya aku tidak mendapati adegan ataupun potongan petunjuk yang menyatakan bahwa sangat penting bagi polisi untuk memecahkan kasus ini secepatnya.

Jika kau menonton film atau serial kriminalitas yang bagus, kau pasti akan ditunjukkan mengapa tokoh protagonis harus memecahkan kasus secepat mungkin. Misalnya ada pembunuhan lain yang akan segera terjadi jika kasus ini tidak terselesaikan, atau ada orang penting yang akan terkena imbas jika kasus ini tidak cepat terungkap, atau mungkin ada musibah yang lebih besar jika kasus ini tidak segera terungkap.

Namun pada Enigma, yang terbaca olehku imbasnya hanya pada ibu korban yang selalu histeris, ayah korban yang selalu tampak bingung dan menyesal, serta teman-temannya. Tidak ada risiko yang besar.

Untuk kasus seperti ini, tampaknya polisi tak perlu buru-buru. Setidaknya kesan itu yang aku dapatkan dari sesion pertama ini.

4. Cara Penjabaran Fakta
Sebagian besar pengungkapan fakta pada sesion pertama ini adalah melalui buku harian korban dan interogasi terhadap ibu dan ayah korban. Alat cerita yang dipakai adalah flashback. Jadi, saat tokoh membaca buku harian atau tokoh menjawab pertanyaan, maka penonton akan mengikutinya lewat adegan kilas balik. Efeknya, penonton akan merasa seperti mendapatkan potongan-potongan puzzle. Trik yang tepat dan cerdas!

Sayangnya, Enigma sering kebablasan. Saat kilas balik dari buku harian misalnya, aku sering melihat adegan yang tidak ada tokoh Alana di sana. Bagaimana mungkin Alana bisa menuliskan sesuatu yang tidak ia alami? Juga pada saat interogasi ibu Alana. Meskipun sang Ibu berulang kali menjawab tidak tahu atau menggelengkan kepala, tapi adegan kilas balik berhasil menayangkan kejadian. Jadilah aku bingung, benarkah adegan kilas balik itu berasal dari buku harian atau jawaban interogasi? Darimana datangnya adegan itu?

Hal ini mengingatkanku pada kesalahan para penulis pemula ketika membuat cerita dari sudut pandang orang pertama. Mereka sering kebablasan menuliskan adegan yang tidak bisa diamati oleh tokoh pencerita.

5. Otopsi
Serial kriminalitas hampir selalu punya adegan otopsi. Otopsi pada serial jenis ini bisa memberikan banyak petunjuk. Di film-film kriminalitas yang bagus, otopsi memberikan kontribusi yang besar pada pemecahan kasus. Lihatlah film CSI, forensik punya porsi dan andil yang sangat besar di sana.

Sayangnya, adegan otopsi pada Enigma terasa seperti tempelan saja, sebuah adegan yang tidak penting. Dokter yang melakukan otopsi mengatakan hal umum yang sudah diketahui penonton. "Alana tewas karena luka tembak di dada dan tewas tadi malam," demikan inti dari hasil otopsi dokter itu.
Cuma itu?

Bagaimana dengan luka di kaki kirinya? Apakah Alana ditembak dari jarak dekat atau jauh? Organ apa yang rusak? Adakah tanda-tanda kekerasan? Adakah tanda-tanda perlawanan? Sudah cek kuku korban? dan lain-lain.

Harusnya, Dokter itu bisa tampak lebih cerdas dan menyakinkan jika bisa menjelaskan petunjuk-petunjuk  yang cerdas. Lalu, saat melihat gambar ini, aku jadi tidak yakin si dokter ini kerja.
 

Otopsi di Enigma
Otopsi di Enigma
Sumber: Enigma, NET TV

Luka tembak pada tubuh Alana tampak tidak mematikan. Bagaimana korban bisa mati, Dok? Pelurunya miring hingga menembus jantung? Atau ada pembuluh darah yang kena dan korban kehabisan darah?

Aku agak yakin, dokter itu tidak bisa menjawab pertanyaanku di atas karena dia tampak tidak membedah korban. Jika saja dokter itu membedah, dengan membuat insisi Y misalnya (insisi yang lain adalah I dan T), maka bekas sayatan akan tampak seperti di bawah.

 

Insisi Y
Insisi Y
Sumber: Documenting Reality

Dan ini, Halo Dok, ngapain juga ente terus-terusan elus bibir Alana?

Enigma otopsi 2
Enigma otopsi 2
Sumber: Enigma, NET.


6. Metode Investigasi
Para penyidik menjadikan buku harian korban sebagai lead untuk investigasi. Mereka mulai menyidik nama-nama yang tertera di buku harian ini. Ya, aku tahu, Enigma memang berharap untuk menebar aroma ikan hering ke banyak tokoh dengan harapan cerita akan berjalan panjang. Sebenarnya, aku agak berharap para tokoh bisa menunjukkan cara investigasi yang menarik dan mencerahkan. Sayangnya metodenya ini justru bertele-tele dan membosankan.

Mengapa tidak mulai dari kapan korban meninggal? Siapa orang terakhir yang melihat korban masih hidup? Di mana TKP (maaf, padang ilalang ada di mana-mana), berapa jauh jarak TKP dari rumah, tempat kuliah, atau tempat teman-temannya? Korban ditembak menggunakan pistol apa? Siapa kira-kira yang punya akses ke senjata semacam itu? Apakah ada jejak mesiu di tangan korban? (kalau ada, mungkin korban bunuh diri). Dan pertanyaan-pertanyaan realistis lain yang seharusnya diburu oleh polisi.

Menurutku cukup aneh, tim polisi yang berhasil menemukan orang tua dan rumah korban bertanya kepada ibu korban tentang apakah korban mempunyai adik. Lalu pada saat investigasi polisi tidak tahu kalau ibu korban sudah bercerai, dan masa sih polisi tidak mengerti bahwa kalau suami-istri bercerai dan istri tidak punya catatan kriminal atau masalah,  hak asuh anak akan jatuh kepada istri? 

Intinya, serial yang berlabel police procedural, apalagi dengan embel-embel terbaik di Asia, seharusnya bisa menampilkan adegan yang dekat dengan fakta. Tanpa hal itu, maka penonton, apalagi penggemar genre kriminalitas, tidak akan bisa menikmati cerita karena mereka merasa logika mereka dikhianati.

7. Harapan Penonton 
Sebagai penonton dari serial ini sebenarnya hanya dua hal yang aku inginkan:
Yang pertama aku ingin tahu siapa pembunuhnya? (Semoga ini bukan kasus bunuh diri, kalau bunuh diri, betapa kecewanya aku).

Yang kedua aku ingin menonton bagaimana cara para penyidik memecahkan kasus ini.
Bagi penonton, hiburan menonton serial kriminalitas adalah mengikuti tokoh polisi untuk memecahkan kasus.

Sepertinya Enigma masih terpengaruh berat dengan serial-serial drama yang tayang di Indonesia. Semoga keadaan ini bisa diperbaiki di masa depan.

Terima kasih sudah membaca.

Salam.

 

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun