Tanpa disadari, ternyata kesepakatan mereka berdua telah membahayakan orang banyak di tempat pemilihan dimana calon pejabat ini di calonkan nantinya. Ternyata pebisnis ini tidak cukup uang untuk menanggung semua biaya yang diminta calon pejabat ini. Tapi dia punya relasi di negeri lain. Â Relasi dari pebisnis ini menyanggupi atas biaya yang disuguhkan dengan konsekuensi yang lebih besar lagi. Dia ingin area pertambangan, perkebunan, perikanan, peternakan dan dalam prosesnya nanti dia tidak ingin ada orang-orang yang mengganggu pekerjaannya meski itu adalah masyarakat dimana calon pejabat ini memimpin nanti.
Demi ambisinya, si calon pejabat mengiyakan syarat yang diberikan si pemodal. Hingga si pemodal bisa dengan pongah mengatur si pejabat saat dia sudah terpilih. Sepertinya si pemodal tidak merasa cukup dengan menguasai perkebunan, pertambangan di sana. Dia ingin lebih. Dia inginkan semua wilayah itu menjadi miliknya, bahkan masyarakat disana yang sejak kakek buyutnya makan, minum, buang hajat, harus enyah.
Dibuatlah program pembodohan  yang komprehensif, pencucian otak, orang-orang dicekoki budaya-budaya hedon, dimana di saat yang sama aset mereka di jarah, di tebar rentenir dengan dalih cicilan rumah, cicilan mobil, cicilan motor, cicilan panci, cicilan dandang, cicilan kasur dan sebagainya. Sampai-sampai orang yang terjarahpun sudah tidak bisa lagi membedakan mana yang lebih mahal harga dirinya ataukah harga beras.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H