Mohon tunggu...
Maik Zambeck
Maik Zambeck Mohon Tunggu... Ahli Gizi - corat coret

semoga menjadi orang yang sadar sesadar-sadarnya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Real Logic dan Pseudo Logic

29 September 2021   15:03 Diperbarui: 29 September 2021   15:07 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Logic atau logika dalam bahasa kita-nya  adalah pemprosesan keadaan dengan fikiran untuk kemudian dimengerti hingga kita bisa mengambil kesimpulan atasnya untuk dapat memperkirakan apa yang akan terjadi selanjutnya. Logika adalah salah satu hal penting dalam proses pengambilan keputusan di era sekarang. Tanpanya, keputusan hanya seperti rangkaian kata-kata semu yang tidak dapat diterapkan, orang bilang keputusan itu hanya akan sebatas khayalan.

Kemampuan berlogika seseorang terus dilatih sejak dia mulai dilahirkan. Bayi senang dengan ibunya, karena ibunya memberi rasa nyaman baginya. Namun jika bayi  diletakkan oleh ibunya lalu dia akan menangis, ibunya akan menghampirinya kembali, dia pun kembali nyaman. Hingga bayi itu mengerti kalau dia menangis lagi saat ditinggalkan ibunya, pasti ibunya akan datang.

Si bayi yang telah beranjak menjadi balita dibawa ibunya ke taman bermain. Disana dia disuguhkan alat main berupa puzzle sederhana mencocokkan gambar. Karena otaknya yang tumbuh, kemampuan berlogikanya juga tumbuh hingga dia tidak susah membedakan antara kayu kotak dengan lingkaran dan meletakkan pada tempatnya. 

Terus berlanjut, dia memasuki usia sekolah, bersekolah dasar, menengah dan universitas. Kemampuan berlogikanya terus tumbuh, seiring jenjang pendidikan yang ditempuhnya.

 Tapi sampai melampaui masa di Universitas, fikirannya mulai rancu.  Informasi-informasi yang didapatnya selama ini berseliweran di kepalanya. Berdasarkan teori si anu, menurut penelitian si anu, semua dia terapkan dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah di sekolah. Tapi, kemudian untuk  membedakan yang hitam dengan yang putih pun lama-lama dia ragu.

Di tidurnya, dia bermimpi bahwa posisi pekerjaan yang dia terima sekarang akan digantikan oleh orang lain yang merupakan teman dekatnya. Dia meronta-ronta ke atasannya, protes kenapa dia harus diganti. Atasannya yang sudah waspada akan sikap orang ini, memanggil security. Security bertindak hakim sendiri hingga kemudian dia dipukul, terluka, berdarah banyak dan meninggal. 

Dia yang tidur, tidak terima harus meninggal  dalam mimpinya. Lalu ia terbang, sampailah di padang rumput yang luas dan indah, disana ada domba-domba yang sedang merumput. Hatinya begitu senang mendapati tempat seperti itu, cuacanya cerah, rumput menghijau dan udara yang jernih. 

Dari kejauhan di antara domba-domba itu terlihat seorang gembala. Dia menghampiri orang tersebut, sesekali dia berteriak kepada orang itu. Hey... siapa kamu?.. Hey siapa kamu? Pengembala itu sedikitpun tidak beranjak dari tempat berdirinya. Dia menghampirinya, pengembala itu menoleh dan ternyata itu adalah atasan di tempatnya kerja.

Aneh.. tapi memang begitulah mimpi. Apapun yang terjadi dalam mimpi, adalah hal yang logis bagi pemimpi. Namun tidak bagi orang lain yang mendengarkan kisahnya. Mengapa bagi pemimpi semua yang terjadi di mimpinya adalah logis? 

Jawabnya adalah karena dia sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri. Berarti berpakaian compang-camping, badan kumal dekil tertawa sendirian ditengah pasar adalah pekerjaan yang logis bagi orang gila? Ya, namun tidak bagi orang kebanyakan yang melihatnya. 

Pekerjaan seperti itu bagi orang banyak sudah dikatakan sebagai pekerjaan yang tidak logis. Berarti, Batasan-batasan logis ini bisa digeser-geser. Berarti  juga batasan ketidak logisan juga bisa digeser. Jawabanya adalah YA (dengan huruf besar). Apa buktinya?

Sangat sederhana. Bukankah kita sudah bilang seperti di atas, berpakaian compang camping adalah pekerjaan yang tidak logis. Iya karena orang gila itu berada dilingkungan orang berpakaian utuh. Namun, bagaimana dengan artis yang memakai pakaian compang-camping di atas panggung.? Orang bilang itu logis, karena dia artis. Tapi apa bedanya dengan orang gila yang kita sebutkan di atas? 

Dulu di USA ada larangan minuman keras karena itu memabukkan namun sekarang, setiap kegiatan tidak komplit kalau tanpa minuman keras bukan hanya di USA namun hampir di seluruh belahan dunia. Apakah ini akan berarti sama seperti narkoba yang sekarang masih di larang? Karena gay dan lesbi yang dulu dilarang sudah ada legalitasnya dalam hidup bermasyarakat.

Mengapa pergeseran ini terjadi? Apa otak fikiran manusia sudah berubah fungsinya? Tidak terlalu susah untuk menjawabnya, karena Friedrich Nietzsche sudah menjelaskannya bahwa telah terjadi dekadensi yang parah di masyarakat. Untuk apa, dan siapa yang melakukannya? Nietze menjelaskannya dengan gamlang di bukunya " Senjakala Berhala dan Anti Krist".

Jadi, telah nyata bahwa logika yang kita pegang selama ini bisa di geser batasannya, hingga kemudian kita bisa berkesimpulan, bertumpu pada logika semata adalah hal yang sia-sia. Karena sudah pasti cara kita berlogika selama ini adalah logika semu (pseudo logic). Sekali manusia mendewakannya sudah pasti dia terjebak dalam labirin yang tidak tahu ke lorong mana akan membawanya. 

Sebelum jauh terjebak, mari kita kembali ke jalur berlogika yang sebenarnya (real logic). Untuk ber real logic, hal pertama dan lebih utama yang diperlukan adalah keutuhan diri yang sadar. Sebagaimana orang tidur dan orang gila melakukan hal yang menurut mereka logis meski sebenarnya tidak logis karena tidak sedang dalam keadaan sadarkan diri.     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun