Mohon tunggu...
Kohar Suwandi
Kohar Suwandi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Belajar untuk menulis, menulis untuk belajar.\r\nhttp://ayahbos.blogspot.com \r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tinggal 37,3% Perawan Tersisa

16 Maret 2013   07:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:41 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seandainya kita melihat perihal keperawanan seorang wanita hanya sebagai alat atau objek seksual belaka maka tak salah kalau  pergeseran nilai dan pola pikir ini akan terus terjadi apalagi kelompok penyembah kebebasan ini terus berupaya merasuki pikiran kita dengan membeberkan fakta yang sepintas sangat masuk akal bahwa kebebasan seks adalah sebuah realita masyarakat modern yang mustahil bisa di cegah.

Hal lain yang tak kalah mengkhawatirkan kita semua adalah fakta di mana sebagian orang tua tak lagi peduli dengan tingkah laku anaknya karena tidak berdaya menghadapinya karena berbagai alasan pula seperti terbatasnya waktu berkumpul dengan keluarga karena kesibukan bekerja atau karena alasan 'trik'  seorang anak dalam menutupi perilaku mereka yang sebenarnya di luar rumah.

Sesungguhnya di balik isu tentang keperawanan perempuan tersebut tersimpan nilai moral yang jauh lebih 'mahal' ketimbang objek seksual belaka, yang pada gilirannya dapat di jadikan tolak ukur seberapa teguh kah satu kelompok masyarakat dalam menjunjung dan mempertahankan nilai-nilai tersebut. Sedangkan di sisi lain satu kelompok masyarakat dapat menerima kenyataan apabila seorang anak perempuan mengalami tindakan kekerasan seksual seperti perkosaan maka mereka akan ber simpati dan memaafkan.

Nah, dari uraian singkat di atas kita dapat mengerti di mana sebenarnya posisi kita berdiri sekarang terkait fenomena pergaulan remaja kita belakangan ini sehingga akan lebih mudah bagi kita untuk mencari jalan keluar atau pemecahan masalahnya yang terbaik.

Lantas apa dan bagaimana jalan keluar terbaik itu akan kita bahas di kesempatan berikutnya. Untuk saat ini cukup sekian dulu.

Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun