Mohon tunggu...
Maidatul Khasanah
Maidatul Khasanah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Sedang mempelajari kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sudah Jarang Didengar, Yuk Kenali Perbedaan Paribasan, Bebasan, dan Saloka dalam Peribahasa Jawa!

4 Oktober 2024   19:46 Diperbarui: 4 Oktober 2024   21:04 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kibrispdr.org/detail-32/gambar-jawa-kuno.html

Indonesia adalah negara yang mempunyai  kekayaan budaya. Salah satu kebudayaan yang patut dilestarikan adalah bahasa daerah. Pada tahun 2022, Indonesia memiliki lebih dari 700 bahasa daerah.

Saat ini, bahasa Jawa menjadi bahasa daerah yang paling banyak dituturkan. Mengutip dari Wikipedia, dengan penutur asli sebesar 31,8% dari total populasi Indonesia (per sensus 2010). Bahasa Jawa paling banyak digunakan. Setelah jawa, penutur bahasa yang paling banyak digunakan adalah bahasa Sunda, Melayu, Madura dll

Sebagai bahasa daerah yang paling banyak dituturkan, bahasa Jawa telah dituturkan tidak hanya di Jawa dan Indonesia. Bahasa Jawa dituturkan oleh diaspora Jawa seperti Malaysia, Belanda, Suriname, dll.

Seperti bahasa daerah di Indonesia, bahasa Jawa sendiri juga memiliki keberagaman bahasa etnis Jawa seperti Banyumasan, Cirebon, Osing, Tengger. Ini menyebabkan bahasa Jawa hampir dituturkan hampir di seluruh Indonesia buntut dari penyebaran populasi suku Jawa sendiri.

Namun nahas, dengan adanya perkembangan zaman, termasuk perkembangan teknologi media sosial bahasa daerah ini sering terlupakan. Hingga bahasa gaul atau dialek bahasa Indonesia nonformal lebih cepat dikenal luas oleh pergaulan saat ini. Bahkan, ada beberapa pergaulan ketika saya menyebutkan salah satu peribahasa Jawa, saya dikatai norak.

MENGENAL PERIBAHASA JAWA


Jika dalam bahasa Indonesia kita mengenal kalimat peribahasa. Apakah kompasianer banyak yang tahu ternyata masyarakat Jawa juga mempunyai bentuk kalimat gaya bahasa yang berfungsi sebagai pembelajaran secara lisan. Masyarakat Jawa sering menyebutnya gaya bahasa ini dengan nama Paribasan, Bebasan, dan Saloka. Pepatah atau peribahasa Jawa ini dituturkan sudah turun temurun dalam kehidupan.

Tetapi, sangat disayangkan, bahwa saat ini, peribahasa Jawa tersebut sudah jarang sekali terdengar. Hal tersebut kembali lagi, disebabkan kalahnya dengan bahasa-bahasa millenial.  Ini membuat perihatin saya pribadi dan beberapa masyarakat Jawa yang kental dengan Kejawanannya.

Tapi tenang, kali ini saya akan mengenalkan kembali kepada pembaca kompasiana tentang peribahasa Jawa. Saya membuat tulisan ini dengan harapan akan terbaca oleh generasi-generasi selanjutnya. Karena sejatinya jejak digital tidak pernah hilang. Bukan begitu? Hehehe.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa peribahasa Jawa mempunyai 3 nama sebutan. Paribasan, Bebasan, Saloka ketiganya mempunyai tujuan yang sama namun memiliki ciri khas yang membedakan antara satu dengan yang lainnya. Berikut saya jelaskan perbedaan dan contohnya.

I. PARIBASAN


Paribasan adalah suatu ungkapan dalam bahasa Jawa yang memiliki arti kiasan, bersifat tetap, namun tidak terdapat ungkapan pengandaian. Contoh sederhana yang sering kita temui namun jarang dari kita untuk mengamati adalah pada institusi pemerintahan pendidikan. Yaitu Tut Wuri Handayani, adalah salah satu contoh Paribasan Jawa yang artinya "di belakang memberi dorongan"

6 Contoh Lain Paribasan:
1. "Becik ketitik ala ketara", (artinya: perbuatan baik dan buruk pasti akan terlihat nantinya).
2. "Busuk ketekuk pinter keblinger", (artinya: orang bodoh maupun orang pintar suatu saat akan menemui kesulitan).
3. "Jer basuki mawa beya", (artinya: setiap keinginan atau cita-cita pasti membutuhkan biaya).
4. "Kumenthus ora pecus" (artinya: orang yang berlagak pintar tetapi sebenarnya tidak paham atau tidak bisa apa-apa)
5. "Mikul dhuwur mendhem jero" (artinya: anak yang bisa menjunjung tinggi derajat orang tuanya).
6. "Maju tatu mundur ajur" (artinya: maju atau mundur semua serba berbahaya).

II. BEBASAN


Beda tipis dari paribasan. Bebasan, adalah suatu ungkapan dalam bahasa Jawa yang memiliki arti kiasan, bersifat tetap, dan mengandung ungkapan pengandaian. Adapun yang diandaikan adalah suatu sifat manusia dan suatu keadaan. 

Di era modern ini mungkin beberapa kompasianer pernah mendengar lagu ciptaan sang maestro campursari Didi kempot? Beliau sering menciptakan lagu dengan judul yang menggunakan kata Bebasan. Salah satu judul lagu tersebut ialah "Abang Lambe" yang mempunyai arti bicaranya seseorang yang hanya di bibir saja.

- 6 Contoh Lain Bebasan

1. "Esuk dhele sore tempe", (artinya: gampang berubah pikiran, tidak konsisten).

2. "Kadang konang", (artinya: mengaku-ngaku saudara jika kaya dan banyak harta).
3. "Kakehan gludhug kurang udan", (artinya: orang yang banyak bicara tetapi hanya omong kosong).
4. "Ngangsu banyu nganggo kranjang", (artinya: orang yang mencari ilmu tetapi ilmunya tidak dimanfaatkan atau sia-sia)
5. "Nguyahi segara", (artinya: orang yang memberi sesuatu kepada orang yang sudah kaya, sehingga pemberiannya tidak berguna).
6. "Rubuh-rubuh gedhang", (artinya: orang yang hanya ikut-ikutan, sebenarnya tidak tahu tujuannya).

III. SALOKA


Saloka adalah suatu ungkapan dalam bahasa Jawa yang memiliki arti kiasan, bersifat tetap, dan mengandung ungkapan pengandaian. Bedanya dengan Bebasan, Saloka yang diandaikan adalah orang tersebut dengan diperumpamakan sebagai hewan ataupun barang.

- 6 Contoh Saloka:

1. "Baladewa ilang gapite", (artinya: orang yang kehilangan kekuatannya).
2. "Cecak nguntal empyak", (artinya: orang yang bercita-cita diluar kemampuannya)
3. "Ndilat idune maneh", (artinya: orang yang memberi namun meminta pemberiannya kembali).
4. "Kere munggah bale", (artinya: orang miskin yang diangkat jadi orang berkedudukan)
5. "Tekek mati ulune", (artinya: orang yang celaka karena omongannya sendiri)
6. "Gagak nganggo elare merak", (artinya: orang miskin berlagak sebagai orang terpandang)

Demikianlah penjelasan saya perihal Paribasan, Bebasan, Saloka (peribahasa jawa) beserta sedikit contohnya. Semoga dengan tulisan ini, generasi setelah saya akan lebih bisa dilestarikan kembali. Sehingga bahasa daerah Indonesia (khususnya Jawa) tidak akan kalah oleh perkembangan zaman.

Salam lestari.. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun