Mohon tunggu...
Maidatul Khasanah
Maidatul Khasanah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Sedang mempelajari kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Desa Wonorejo, Dari Menguri-uri Adat Leluhur hinga Menjadi Kampung Petarung

1 Oktober 2024   20:20 Diperbarui: 1 Oktober 2024   20:21 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot Ig Desa Wonorejo

 Lengkong sendiri adalah tempat nasi serta lauk pauk berasal dari pelepah pisang yang dibentuk persegi dan dialasi oleh 4 bambu yang saling bersilangan. Pelepah pisang dan 4 bambu tersebut disimbolkan persatuan yang berasal dari alam bisa berfungsi untuk beratnya rizeki dari alam juga (nasi, ayam, telur, timun, dll). Tidak hanya dalam rangka bersilaturrahmi. lengkongan juga akhirnya diartikan kita yang berpijak di bumi,  akan kokoh dan tidak jumawa jika menerima rizeki dan nikmat dari sang pencipta jika saling bersatu.

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya Dalam kesempatan berpidato, Kepala Desa Bapak Agus Setyoko mengatakan bahwa acara lengkongan kali ini dihadiri oleh 1000 Lengkong atau hampir seluruh kepala keluarga yang berada di desa Wonorejo.

"Ada kebanggaan bagi kita semua sebagai masyarakat Wonorejo bisa berkumpul, bersatu dalam acara ini. Menandakan bahwa kita ini bisa bersatu, rukun nyawiji" ujarnya saat berpidato.

Dokpri
Dokpri

Tak hanya itu, acara 1000 Lengkong ini baru diadakan satu-satunya dan pertama kali di desa Wonorejo untuk kabupaten Kediri.

"Semoga bersih desa atau lengkongan memberikan berkah bagi kita semua, karena ternyata acara 1000 Lengkong ini baru pertama kali dilaksanakan di kabupaten Kediri" imbuhnya.

Bukan tanpa alasan. Saya sendiri sebagai penulis yang tempat tinggal kurang lebih 3 kilometer dari Desa Wonorejo merasa takjub dan bangga melihat masyarakat bisa guyub rukun.

3. Pagelaran Tari Tayub

Screenshot Ig Desa Wonorejo
Screenshot Ig Desa Wonorejo

Setelah seharian menjalankan ritual dan doa. Malam harinya pemerintah desa Wonorejo mengadakan acara hiburan yaitu tayub. Selain masyarakat sekitar, acara ini dihadiri oleh kepala desa dan tokoh masyarakat.

Mungkin kompasianer masih asing dengan hiburan ini. Memang, Tayub saat ini sudah jarang kita temui karena perkembangan zamannya. Tapi tidak untuk desa Wonorejo, karena menurut salah satu tokoh, ia mengatakan bahwa tayub ini harus diadakan setiap bulan suro.

Tari Tayub berasal dari kreativitas seni tari yang berasal dari tanah Jawa. Tarian ini merupakan keselarasan yang mengandung unsur keindahan dan keserasian gerak. Tarian ini sejenis tari jaipong dari Jawa Barat. Tarian ini biasa digelar pada acara pernikahan, khitan serta acara bersih desa. Anggota yang ikut dalam kesenian ini terdiri dari sinden, penata gamelan serta penari khususnya wanita. Penari tari tayub bisa dilakukan sendiri atau bersama, biasanya penyelenggara acara (pria). Pelaksanaan acara dilaksanakan pada tengah malam antara jam 9.00-03.00 pagi. Penari tarian tayub lebih dikenal dengan inisiasi ledhek.

Tari tayub merupakan tarian pergaulan yang disajikan untuk menjalin hubungan sosial masyarakat. Menurut tokoh sesepuh desa Wonorejo, tari tayub ini adalah kesenian yang disukai oleh pepunden/penunggu (roh). Dari sebab itu selain untuk masyarakat, acara ini disuguhkan untuk Mbah Wadang (penunggu/roh) itu sendiri. Karena hal ini sudah diyakini oleh masyarakat sekitar, bahwa jika tidak mengadakan tarian tayub di bulan suro maka akan banyak bala celaka yang terjadi di desa Wonorejo seperti (gagal panen dan banyaknya kecelakaan).

Kampung PETARUNG (Penghasil Telur Ayam Horn, Puyuh dan Unggas)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun