Politik identitas adalah strategi yang sering digunakan oleh para politisi untuk membedakan ciri khas diri mereka dengan lawannya dalam dunia politik. Suparlan (2004: 25) mengartikan identitas atau jati diri sebagai pengakuan terhadap seorang individu atau suatu kelompok tertentu yang menjadi satu kesatuan menyeluruh yang ditandai dengan masuk atau terlibat dalam satu kelompok atau golongan tertentu. Politik identitas bisa bersumber dari stereotip, persepsi, penilaian, etnik (suku bangsa), budaya, dan identitas (agama dan bahasa).
Identitas bagaikan senjata ampuh yang sering digunakan oleh para politikus untuk menyerang dan bermain di kancah perpolitikan Indonesia. Biasanya politikus memanfaatkan ikatan yang dimilikinya dalam agama, ras, etnik, profesi, gender dan lainnya dengan fungsi untuk menarik simpati dan empati dari masyarakat dengan memainkan peran secara primordial.
Sistem demokrasi yang terus menerus dicanangkan oleh berbagai pihak dalam sistem pemerintahan di Indonesia nyatanya tidak mampu untuk selalu memberikan rasa keadilan bagi setiap lapisan masyarakat. Keanekaragaman yang dimiliki Indonesia menjadi sebuah alat pemicu munculnya konflik antar kelompok yang akhirnya melahirkan politik identitas.
Politik identitas mencuat pada politik akibat hegemoni negara dan pemerintah yang terlalu mendominasi dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan yang membuat beberapa orang merasa didiskriminasi dan diintimidasi sehingga beberapa orang membuat kelompok sosial.Â
Kelompok tersebut akhirnya melahirkan politik identitas yang disebabkan oleh rasa "senasib" dan "sepenanggungan" atas apa yang mereka rasakan. Identitas dalam kelompok sosial bertujuan untuk menunjukkan ke mana arah politik suatu kelompok karena demokrasi di Indonesia belum mampu memberikan rasa keadilan pada rakyat sehingga terjadi perebutan kekuasaan dengan basis identitas.
Berdasarkan jejak sejarah, konstruksi politik identitas mulai lahir di Indonesia semenjak zaman kolonial (penjajahan) hingga kemerdekaan. Hal itu didasari karena sudah ada atau terbentuknya organisasi masyarakat sebelum kemerdekaan Indonesia yang memiliki unsur identitas di dalamnya, seperti young Java.Â
Organisasi tersebut menjadi tempat berkumpulnya orang-orang dari suku Jawa. Atau ada juga Jong Sumateranen Bond (1917) Jong Ambon (1918), Jong Minahasa (1918), Jong Celebes (1919), Sekar Rukun (1919), Jong Betawi (1927) dan Jong Bataks Bond (1925). Atau ada juga serikat dagang Islam yang bertransformasi menjadi Serikat Islam. Atau Muhammadiyah, nadhatul ulama, Perti yang memiliki identitas agama.
Semenjak kemerdekaan, adanya rasa persamaan identitas sebagai warga negara yang merdeka melahirkan politik identitas yang berbau nasionalisme, sehingga arah politik identitas di Indonesia tidak jauh dari dua kubu yang memiliki unsur nasionalisme dan agama. Organisasi-organisasi yang lahir dan tumbuh membawa unsur identitasnya masing-masing dengan latar belakang diskriminasi dan intimidasi yang mereka bawakan sebagai semangat memperjuangkan.
Tujuan muncul politik identitas bermula dari rasa ketidakadilan yang terjadi terhadap kelompok masyarakat. Namun pada tanggal 28 Oktober 1928 politik identitas tersebut ditiadakan sehingga menjadi politik nasional yang pewujudannya melalui Sumpa Pemuda.Â
Setelah politik identitas menghilang namun pada era orde lama ia kembali hadir ke permukaan, di mana ada Masyumi yang mewakili Islam atau kelompok ambangan atau priyai. Nadhatul ulama dan PNI yang mewakili nasionalis Jawa. Semenjak orde lama politik identitas kembali merusak demokratisasi politik di Indonesia. Dan akhir-akhir ini politik identitas menjadi malfungsi oleh para politikus untuk menarik simpati rakyat dalam memilihnya saat mencalonkan diri.
Politik identitas selalu muncul pada setiap masa, apalagi pada negara Indonesia yang memiliki basis multikultural. Isu dan potensi dari munculnya politik identitas semakin kuat ke permukaan.Â
Perlu solusi untuk mengatasi hal tersebut. Mengatasi masalah politik identitas di negeri ini, agar kualitas Pemilu, Pileg, Pilkada, dan Pilkades menjadi lebih baik karena politik identitas lebih banyak memunculkan konflik antar kelompok atau strategi untuk menjatuhkan lawan politik.Â
Belum lagi masyarakat sebagai pemilih jadi cenderung memilih bukan karena kualitas dan kuantitas calon kandidat tetapi lebih mengacu pada unsur identitas yang dimiliki kandidat. Hal itu mungkin bisa terjadi akibat pemahaman yang keliru dari masyarakat mengenai identitas. Masyarakat terkadang memiliki konsep yang sempit terhadap identitas yang selalu mengacu hanya pada satu kelompok.
Sejak Indonesia merdeka, rakyat sebenarnya telah sepakat bahwa perbedaan yang dimiliki tidak akan menciptakan perpecahan atau konflik bagi bangsa ini, melainkan menjadi landasan fundamental bagi mempererat persatuan bangsa. Oleh karenanya, masyarakat harus lebih memahami siapa yang dipilihnya dengan didasari pada kualitas dan kemampuan orang tersebut bukan dari status dan latar belakang identitas.
Politik identitas terjadi pada banyak partai politik yang ada di Indonesia. Kurangnya demokratisasi di dalam partai menyebabkan partai politik identik akan politik identitas. Hanya beberapa partai yang memang tidak mengedepankan politik identitas dalam representasi politiknya namun berbagai partai sering mengedepankan identitas politik.Â
Identitas politik dalam partai politik muncul terkadang karena dari pemodal partai atau pemegang saham terbesar di dalam partai. Seperti PDIP pemodalnya adalah Sukarno maka identitasnya adalah Sukarno, Gerindra pemodalnya Prabowo maka politik identitasnya adalah Prabowo, Nasdem pemodal utamanya Surya Paloh maka politik identitasnya adalah Surya Paloh, Demokrat pemodal utamanya adalah SBY maka politik identitasnya adalah SBY.
Identitas politik di Indonesia tidak akan mampu dihilangkan sehingga penanganannya perlu dikelola dengan baik jika ada perpolitikan yang berbau identitas. Perlu adanya legalitas hukum untuk membatasi kampanye yang membawa unsur identitas di dalamnya, supaya tidak ada lagi muncul dua kubu yang dapat membuat keretakan sosial karena perbedaan pilihan.Â
Masyarakat mesti bersatu untuk memberikan mandat pada orang yang benar-benar pantas mewakilinya, bukan malah terpecah belah bahkan saling serang yang akhirnya memicu keretakan antar masyarakat.Â
Derasnya politik identitas di Indonesia terjadi karena sumbernya melalui media sosial dan pers (berita). Kedua media ini memberikan suguhan politik identitas terhadap masyarakat hanya untuk menjadikannya terkenal dengan maksud untuk meningkatkan pembaca dan penontonnya.Â
Hal itu yang menyebabkan politik identitas mengalami perkembangan dan mengalir semakin besar bagi masyarakat. Masyarakat jangan mudah terprovokasi oleh isu identitas yang digunakan oleh para politikus untuk personal branding dirinya pada masyarakat. Isu identitas selalu digunakan untuk menaikkan partai atau kandidat. Menyerang antar kubu untuk menjatuhkan satu sama lainnya, dan memainkan isu identitas yang dimiliki untuk berkampanye.
Identitas bagaikan senjata yang selalu digunakan elite politik dalam kancah perpolitikan di Indonesia. Pada pemilu 2014-2019 kita dapat melihat bagaimana untuk membuat masyarakat melirik, elite politik menggunakan unsur agama atau nasionalisme untuk menjatuhkan atau menyerang lawannya dalam politik sehingga muncul istilah Cebong, Kampret, Kadrun dan BuzzerRp dll.
Pemerintah harus dapat bahu membahu dengan KPU dan Bawaslu untuk dapat memberikan pendidikan politik kepada masyarakat yang menjadi konsumen politik. Pemerintah bisa melakukan kodifikasi hukum terkait politik identitas yang lebih membatasi para politikus untuk tidak bermain di ranah ras, agama, etnik, golongan, gender, budaya dan lainnya untuk menyerang lawan atau berkampanye.
Tugas yang Perlu Dilakukan BersamaÂ
Mulai dari keluarga, dengan memberikan pemahaman kepada saudara atau keluarga bahwa Indonesia adalah negara yang beragam yang harus mengedepankan persatuan dibalik perbedaan yang ada. Unsur-unsur identitas harus dihilangkan karena akan mendatangkan konflik akibat mengedepankan identitas.
Pemerintah, Pemerintah dalam hal ini harus memberikan kontrol terhadap media sosial yang ada. Begitu banyak berita, informasi dan ujaran-ujaran yang ada di media sosial mengandung hoax atau berita palsu serta penistaan terhadap ras, agama, kelompok atau suku bangsa. Hal ini harus membuat pemerintah menciptakan kontrol terhadap sosial media agar politik identitas tidak begitu tumbuh mengakar rumput pada masyarakat.
Pers, Pers sebagai media informasi dan berita harus memberikan berita dan tulisan yang tidak mengandung politik identitas, jangan hanya membuat sebuah kabar bagi masyarakat untuk mendapatkan hal yang headline atau viral karena hal itu akan mendatangkan politik identitas
Partai politik, Partai politik harus mengedepankan demokratisasi dalam partainya jangan mengedepankan politik identitas. Pemimpin partai bukan hanya dari pemilik modal besar atau pemegang saham terbanyak tetapi dipilih melalui demokratisasi atas dasar kualitas dan mutu yang dimiliki agar partai politik mampu mengampanyekan program yang tidak berbau politik identitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H