Beberapa hari ini nama Pak Kholid sedang ramai-ramainya dibicarakan banyak kalangan. Tak lain karena keberanian juga bahasanya yang fasih berbicara di berbagai media. Terutama, ketika muncul di ILC. Ia sampaikan keresahannya bagaimana laut di pagar bambu dan efek negatifnya kepada nelayan. Tak hanya itu ekosistem laut pun tak luput menjadi perhatianny.
Kita tahulah seperti ILC, tidak sembarang orang bisa bicara di sana. Pak Kholid muncul di sana sebagai refresentatif rakyat biasa. Hal yang berbeda, public speaking-nya baik sehingga argumentasinya terdengar jelas juga mantap. Nah, ini yang jadi sorotan.
Seorang petani begitu santai mengkritik disertai data-data yang tak terbantahkan. Berbeda kasus kalau yang bicara orang kuliahan.Â
Setidaknya kita melihat saat beliau menyebut buku Logika Penjajah karya Yamidi, beliau katakana kesadaran terkait penderitaan nelayan di Tangerang adalah penderitaan nelayan Serang pula. Begitupula di daerah lain.
Singkat kata, kesadaran membela kedzaliman adalah tugas bersama yang harus disuarakan tak peduli sejauh mana jaraknya. Karena itu soal hati nurani. Bukan soal derita "loe derita loe, derita gue derita gue".
Hal ini yang membuat public terkagum. Kalau dilukiskan kekaguman itu barangkali akan berbunyi begini, "Ada ya nelayan seberani dan sepintar itu." Selama ini kita tahu, seperti apa keadaan nelayan atau petani apalagi kualitas pendidikananya.
Apa benar Pak Kholid nelayan biasa?
Teman saya ada yang iseng mencari buku Logika Penjajah yang dikutip Pak Kholid di ILC. Katanya, sampai saat ini belum ketemu. Teman yang lain sampai curiga bahwa buku itu fiktif. Ada yang asbun, dan saya termasuk orang banyak tersenyum walau gak semanis gula.
Opini yang tersiar kan, Pak Kholid petani. Katakan benar beliau petani atau nelayan biasa, memang ada apa sih dengan stataus sosial itu. Apa petani tak boleh pintar dan berani. Giliran ada yang berani mulai kita terperangah, 'macam pejabat ya, omongnya'.
Padahal baik pejabat, pegawai, petani dan nelayan punya hak sama untuk berilmu. Undang-undang jelas memberitakan aturan bahwa anak bangsa punya kesempatan sama dalam ranah Pendidikan. Dengan "takjub" sama kemunculan Pak Kholid tanda sepertinya Pendidikan hanya milik kalangan meneangah ke atas.