Aku ini  apa dan siapa? Mereka kata dan nasib di antara manusia, bagian dari tujuh miliar di muka bumi. Di antara sebanyak itu, aku hanya titik hitam di antara titik putih. Aku seumpama kerikil tajam tak berharga di antara tumpukkan kerikil lain, yang memilki harga karena dipersatukan bukan karena sendirinya.
Aku kerapkali merasa istimewa, merasa lebih dari orang lain. Ketika ada kata atau sikap yang buat hatiku tergores, cepat saja aku marah tak kepalang. Aku tak mampu mengelolanya. Jiwaku terlalu kotor untuk mendeteksi apa yang seharusnya aku pelajari, gali dan pikirkan. Aku lebih suka menyalahkan, karena menurutku yang salah orang lain bukan aku!
Aku tumbuh menjadi orang yang "merasa benar" dengan apa yang aku nilai, tak sesuai hatiku maka aku salahkan. Terlepas menurut mereka benar karena punya argumen, di pikirku tetap salah. Pokokmnya apa yang tak sejalan denganku itu salah.
Kadang aku merasa sunyi di keramian. Aku jadi patung hidup di antara yang tertawa bahagia, senyum ceria dan berbincang hangat. Aku melihatnya dengan kebingungan. Merasakannya seperti di intimidasi. Sebenarnya, aku ini siapa di antara mereka yang asyik menikmati keramaian itu? Aku yang ga normal atau mungkin mereka saja yang sibuk dengan dunianya seperti aku dengan duniaku?
Hem, dunia, oh dunia, siapa aku ini?
Aku sering merasa hidup di kesunyian. Aku menghirup udara dengan lembut, mencumbu jiwa dalam renungan-renungan. Aku mengeja kata demi kata di buku, aku pun menuliskannya dalam rangkaian kata demi kata agar jadi sepaket kalimat. Hanyut di sana sampai aku lupa bahwa aku sendiri bersama imajinasi liar di kepalaku.
Kadang aku tertarik perihal politik, kadang soal asmara, luka, kecewa, selingkuh pun suara jiwa orang yang aku tangkap di bola matanya, sikapnya atau kesehariannya. Pokoknya apa yang ingin aku tuliskan, aku pikirkan, apa ini layak?
Oh, aku bertanya, siapa aku di antara catatan sejarah manusia. Aku yang iseng menuliskan kata yang tak syarat makna, aku yang menggali kalimat di antara jutaan paragraf. atau aku yang terus ingin bicara lewat kata padahal tak punya efek pada pembaca yang kebetulan mampir membaca tulisanku.
Tiba-tiba aku ingat mereka yang sudah kembali dan tak kembali lagi ke alam mayapada. Sebelumnya masih sempat beraktivitas seperti biasa, tersenyum dan berkata apa adanya. Tiba-tiba malaikat pemutus kenikmatan datang memutuss semuanya, tanpa peduli siap atau tidaknya. Kini terbaring kaku di alam penuh gelap itu.
Dipenjara di alam kubur yang tak seberapa. Berteman tanah, di lubang lahd dan didatangi ribuan binatang melata untuk mencabik tubuh yang tak lagi kuat. Di mana rasa sombong, rasa pongah dan di mana rasa acuh di depan pasang mata melihatnya.
Aku ini siapa? Siapa aku di antara luka dan nestapa. Separuh jiwaku berkata, "Kamu hamba di antara sekian hamba yang punya misi menghamba."
Pandeglang, 30 November 2024Â 22.43
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H