Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Lainnya - Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, metal dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang. Sehari-hari berdagang dan menulis di blog.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Usaha Memahami Takdir Allah

4 November 2024   15:01 Diperbarui: 4 November 2024   15:02 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesona Langit Setrajaya, Karang Banter. (dokpri)

Allah memang baik, sering memberi apa yang hambanya inginkan. Terkadang tak memberikan keinginan itu walau pun si hamba begitu menginginkannya. Sampai si hamba uring-uringan pun, tak jua Allah berikan pada hamba tersebut.


Kita mungkin saja protes, kenapa bisa begitu. Itu berarti Allah tak sayang dan memahami kehendak hambanya dong. Harusnya beri saja apa yang dimau, urusan baik dan tidak, kan urusan nanti. Nanti itu tak tahu, apa itu baik atau tidak selama gak ada proses menuju hal tersebut. Begitu nalar kritis kita.

Apa Allah marah dengan protes kita? Tidak sama sekali, jutsru Allah menunggu kita di waktu-waktu penuh barakah. Allah menunggu kita protes dan menyampaikan lewat sebait munajat, apa yang kita pikirkan dan rasakan. Meski pun hakikatnya Allah Maha Tahu. Namun ke-Maha Tahu-nya Allah tak meninggaklak kerendahan cinta-Nya.

Kita itu seperti sekawan anak kecil yang merengek-rengek minta ini-itu. Seolah kita merasa paling tahu. Serasa paling benar. Maka di hadapan orang yang lebih dewasa, apa yang kita inginkan hanya sekumpulan keinginan ngawur yang tak pantas "dikabulkan".

Misalnya, karena kita tiap pagi sering di antar jemput pergi ke sekolah. Karena suatu pagi yang mengantar sedang berhalangan atau lambat, kita berpikir bagaimana nanti aku yang mengendarainya saja sendiri. Saat keinginan itu disampaikan pada orang tua kita, keinginan itu bukan dikabulkan, yang ada ditertawakan.

Kenapa? Karena kita masih kecil. Usia kita masih delapan tahun. Baik secara hukum dan kebiasaan usia begitu masih labil. Mengijinkan anak diberikan fasilitas kendaraan dewasa maka sebuah keteledoran. Maka orang tua yang bijak biasanya bukan justeru mengutuk keinginan itu, tapi memberi fasilitas kendaraan lainnya. Mungkin sepeda atau kendaran lain yang memang cocok untuknya.

Amtsal ini pula bisa kita tarik pada takdir kita. Takdir manusia yang mungkin tak kita pahami. Itu lah kenapa di rukun iman, rukun paling ujung di letakkan iman kepada qodo dan qodar Allah. Artinya apa, seolah Allah ingin katakan,

"kalau kamu percaya pada-Ku, maka percaya saja, ikuti saja. Luruskan itu, nanti kuberikan yang terbaik."

Pondasi iman awal itu percaya dan yakin ke Allah. Itu bunyi awal rukun iman. Asas dari semua asas Islam. Di belahan dunia mana pun selama kita mengkaji Islam, baik bidang keilmuan Islam maupun umum maka muaranya itu, Allah.

Itu lah kenapa ilmuan modern kadang dibuat bingung ketika mengkaji alam semesta, di mana awalnya dan apa mungkin akhirnya. Maka muncul macam teori. Teori itu dasarnya keraguan. Di situ pangkalnya meruncing pada, ada kekuatan Maha Dahsyat di balik-Nya. Kekuatan yang tak mungkin berlajan sendiri. Ada tanpa yang mengadakan. Musti ada yang mengadakan. Itulah Allah rabbul izzati. Pengatur, pengawas, penjaga dan penguasa dari semuanya.

Untuk itu, seperti apa pun takdirmu hari ini, tak usah sesali dan memaki. Tak usah buatmu terpuruk. Apalagi sampai putus asa. Ingatlah, semua yang terjadi akan berlalu. Yang terasa akan berakhir. Memang tidak mudah tapi bukan mustashil.

Ingatlah pesan Al-Quran, laa taqnatu mirroh matillah. Jangan putus asa dari rahmat Allah. Rahmat itu kasih sayang Allah. Memang kenapa kalau putus asa? Di ayat selanjutnya diterangkan, bahwa orang yang putus asa itu illadoool un. Yaitu orang tersesat. Siapa orang tersesat itu. Mereka yang gelap langkahnya dan bingung hidupnya.

Semoga kita bukan orang demikian, kita berharap menjadi ashabul yamin yang mampu produktif dalam hidup. Mampu berdaya semampu kita. Sedikitnya, tidak menjadi beban orang lain. Laa taqnatu mirrah matillah! Wallahu'alam. (***)

Pandeglang, 4 November 2024   14.46

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun