Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Lainnya - Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, metal dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang. Sehari-hari berdagang dan menulis di blog.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Deddy Corbuzier Lahir di Lingkungan Buruk

30 Juli 2024   15:31 Diperbarui: 30 Juli 2024   16:50 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber Tangkapan layar di Podcast Bisikan Rhoma.

Tadi malam saya menonton podcast Rhoma Irama bersama Deddy Corbuzier, yang tayang dua tahun lalu. Ada hal menarik, ketika Om Ded, begitu netijen sering memanggilnya, bercerita tentang asbab ia masuk Islam.

Sebenarnya, keputusan ia untuk menjadi seorang muslim ialah proses panjang dari perjalanan hidupnya. Di masa kecilnya hidup dan berdampingan dengan mayoritas muslim. Hanya saja, masa itu, lingkungannya bisa dikatakan kelam.

Bagaimana tidak, di sana pelacuran merajalela. Judi itu tontonan biasa. Pembunuhan adalah atraksi yang bukan lagi aneh. Singkatnya, Om Ded dan keluarganya besar di lingkungan muslim dengan sisi gelap yang akut.

Keputusan ayahnya nekat hidup di lingkungan begitu bisa dikatakan "bodoh". Itu bukan kata saya loh, tapi kata Om Ded yang heran; Apa ayahnya tak memikirkan tumbuh kembang anaknya; bagaimana kalau itu berpengaruh ke karakter juga mental anaknya. Di sisi lain paham, dengan ekonomi keluarga yang pas-pasan tentu keputusan ayahnya bukan tanpa sebab.

Lagian sekarang kalau dipikir-pikir keputusan ayahnya melahirkan banyak hikmah. Kita banyak berpikir, lingkungan buruk sering berpengaruh pada karakter seseorang. Asumsi ini bisa benar bisa juga salah.

Dalam artian, Om Ded dan keluarga adalah minoritas di tengah masyarakat muslim. Etnis China di tengah masyarakat plural. Paradoks itu terlihat lagi dengan kondisi moral warganya yang kacau. Hebatnya, itu tak berpengaruh signifikan pada moral keluarganya.

Di tengah kondisi masyarakat begitu, keluarganya "mewarnai" dekadensi moral itu menjadi warga yang baik. Di pekat lingkungannya itu, menyalakan lilin kebaikan. Itulah kenapa, ketika ia meminta izin ibunya untuk mualaf, ibunya sebab khawatir. Takutnya, anaknya menjadi sosok lain.

Om Ded menjelaskan fenomena yang terjadi mengatasnamakan Islam itu ulah oknum di tubuh Islam. Tidak hanya di Islam, oknum ada di agama apa pun. Ibunya mulai memahami. Titik krusial itu justeru suara dari "keluarga besarnya" yang lain, yang chat ibunya secara over sering. Hal ini membuat ibunya cemas, pada akhirnya membuat Om Ded sampai menuggu setahun untuk mualaf.

Publik pun menyaksikan prosesi masuk Islamnya Om Ded dibawah bimbingan Gus Miftah. Ada yang bilang setingan demi kepentingan konten. Nyatanya tidak. Persinggungan Om Ded dengan orang Islam sudah lama terjalin. Bahkan, dulu sering hadir di pengajian Aa Gym. Intinya, ia masuk Islam dengan kesadaran penuh dan merasa nyaman, bukan gimik semata.

Dari sini kita bisa belajar, nasib hidup bisa diubah selama kita masih mau bersabar dan mau mengikuti prosesnya. Adapun sukses atau tidaknya, itu tergantung Allah memberi keputusan. Soal hidayah pun bukan wewenang kita. Laksanakan kebaikan apa yang sejatinya kita mampu, karena kita gak akan rugi karena melakukannya.

Satu lagi, bukan lingkungan buruk yang membuat kamu hancur, kembali lagi kepada prinsip kamu, apa mampu mengatasinya. 

Ketika kita ingkar pada Allah, bukan Allah yang terluka. Bukan Allah yang rugi. Justeru diri kita lah yang rugi, yang terluka dan ujungnya menderita. Then, selamat siang pembaca, semoga hari ini iman kita makin meningkat dan nasib hidupnya makin baik pula. Wallahu 'alam. []

Pandeglang, 30 Juli 2024  15.24

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun