Lima tahun ini nama Habib Ja'far lagi hangat-hangatnya dibicarakan kawula muda. Pembawaannya yang ceria, pemaparan kajian yang renyah tapi penuh daging, apalagi sasaran dakwahnya memang diutamakan pada generasi muda. Generasi yang acapkali di pandang sebelah mata.
Generasi yang memiliki warna dan liku yang kadang lakunya gagal dipahami oleh sebagian kita. Terlebih sekarang, kita dapati mereka lebih asyik dengan 'gejetnya' daripada berbaur dengan lingkungannya.
Dunia maya lebih sering di-apeli, di dunia nyata seperti penjelajah tanpa mimpi. Agama yang menjadi way of life pun ikut jadi pertaruhan, mereka ingin tahu banyak soal agamanya tapi di saat yang sama belum ada memahami dunianya. Harus ke mana bertanya?
Alih-alih merangkul mereka, sebagian kita justeru memukul mereka dengan pernyataan-pernyataan yang menyayat jiwanya. Sebagai contoh misalnya, ada netijen bertanya di acara Kultum Pemuda Tersesat-nya, bertanya, "Ada Bir yang halal gak, Bib?"
Betapa kurang ajarnya pertanyaan ini, bukan? Perlu kamu itu, ini hanya satu di antara puluhan agak konyol dan agak bar-bar ditanyakan pada Habib. Jawaban Habib justeru cukup unik, "Ada! Birr, kata al-Qur'an. Artinya kebaikan." Begitu jawabnya, singkat, padat dan jelas. (Hal: 206)
Entah bagaimana kalau pertanyaan itu disampaikan di majlis biasa, mungkin nasib netijen itu habis disesat-sesatkan atau mungkin diejek dengan kata-kata-yang panas di telinganya.
Habib Ja'far lain lagi, baginya tidak ada pertanyaan yang salah yang ada adalah jawaban yang salah. Pertanyaan itu bisa apa saja, yang paling penting dari itu adalah jawabanya apa tepat sasaran.
Buku Tuhan Ada di Hatimu adalah cara Habib menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang lebih hangat. Ajaran Islam yang kadang dianggap "keras dan kaku" jutseru beliau menyampaikan agar lebih asyik, indah dan penuh cinta.
Dengan membaca buku ini kamu akan disuguhi persfektif lain terkait pemahaman agama dan peristiwa di sekitar kita. Ternyata Islam tak hanya melihat sesutau sebatas hitam-putih, neraka-surga dan sesat pun selamat. Islam itu moderat maka selayaknya ummatnya pun manut juga
Kita bisa melihat prolog-nya, kemudian menjadi judul buku ini, Tuhan Ada di Hatimu. Kala pandemik korona terjadi, tiba-tiba ka'bah sepi. Tak ada yang Thawaf. Tak boleh ada kerumunan. Jangankan kita orang biasa, sekelas pangeran Arab saja tak bisa ke ka'bah karena di larang.
Kabah sepi. Masjid nabawi dibatasi. Hanya tukang bersih-bersih yang terpotret kamera. Begitu khusyu setia membersihkan noda demi noda di tempat suci itu. Tidak pernah terjadi dalam sejarah ka'bah sepi, tapi masa pandemi itu terjadi. (Halaman: 9)
Di luar sana ada banyak narasi terkait sepinya ka'bah. Â Ada yang bilang ciri kiamat, ada gerakan konspirasi, dan sebaginya. Di sinilah bedanya Habib, kalau kebanyakan kita pesimis akan kenyataan korona.
Habib Ja'far justeru melihat sepinya ka'bah adalah hikmah Tuhan tampaknya ingin dekat dengan tukang bersih-bersih itu. Selama ini mereka terlupakan. Tak ada yang memperhatikan. Lewat foto viral seantero dunia yang tengah menyapu itu. Ka'bah hanya simbol persatuan kita bukan tujuan ibadah kita.Â
Hal menarik di halaman 21, Hijrah Itu Masih Koma, Belum Titik. Tulisan ini menyorot tren hijrah akhir-akhir ini bahwa hijrah itu tak sekedar ganti fashion atau menampilkan simbol agama saja. Hijrah itu proses mengubah diri dari jalan yang gelap ke jalan yang cerah.
Hijrah selayaknya membuat kita lebih santun, lebih rendah hati dan tak sekedar saleh ritual. Hijrah itu harus pula soleh secara sosial. Artinya, kita menjadi hamba yang cerdas meningkatkan kemampuan diri. Terbuka dan kasih sama sesama. Â
Kalau kata UAS, Â sebelum hijrah ia taat pada orangtuanya setelah hijrah ia menuduh orang sekitarnya "ahli neraka" gara-gara perbedaan pemahaman soal teks agama. Tentu ini kontradikif dengan hakikat hijrah itu sendiri.Â
Dari dua artikel itu ada persfektif lain yang saya pahami terkait fenomena terkini. Sebelum membaca agak curiga dengan buku ini, apa sih isinya. Setelah membaca isinya, saya merasa tertampar. Betapa selama ini saya terlalu mudah menghakimi sesuatu yang padahal tidak tahu haikatnya.Â
Benat kata Nabi, belajar itu wajib. tak kenal usia dari buaian sampai liang lahad. Untuk lebih lengkapnya, silahkan miliki bukunya. Buku ini sangat cocok untuk semua, terutama untuk kamu anak muda yang ingin lebih tahu tentang Islam. Tanpa merasa digurui.Â
Akhirnya, tak ada gading yang retak. Buku ini pun sama lepas dari kekurangan. Saran saya sih, ada baiknya kalau ingin lebih tahu baca bukunya baru nilai isinya. Jangan terjeba oleh isinya. Wallahu'alam. (***)
Pandeglang, 11 Juli 2024Â Â 22.15
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H