Keputusan NU untuk mengaminkan tawaran Pemerintah mengelola tambang terjadi pro-kontra. Di antara yang kurang setuju dengan keputusan itu diungkapkan akun @pasifisstate di twitter.
Ketidaksetujuan itu disampaikan dengan memplesetkan Logo NU yang seharusnya Nahdatul Ulama menjadi Ulama Nambang. Kontan saja menimbulkan kegaduhan di laman X itu.
Buntut dari logo plesetan itu membuat geram keluarga besar NU. Kabarnya nahdiyyin Malang melaporkan ke pihak berwenang karena dituduh menghina logo ormas terbesar di Indonesia tersebut. Kabarnya pula akun itu hilang dari kancah media.Â
Mungkinkah takut? Kita tak tahu, cukup ia yang tahu. Ada sebab ada reaksi maka sepatutnya memahami konsekwensinya. Ada asap, ada api. Ada api, ada yang dibakar. Kalau nyala, ya hadapi.
Polemik soal tambang ini memang seksi. Bagaimana pun selama ini pikiran sederhana kita, NU yang mengurus ummat. Fokusnya pada isu keagamaan dan hal yang terpusat ke sana.
Tambang biar urusan lain. Terlalu banyak intrik di sana yang ditakutkan mewarnai NU tidak lagi seperti cita-cita pendahulunya. Bisnis ya bisnis, paradigmanya berbeda dengan pendekatan kulturan NU.
Alangkah lebih bijak NU fokus di bidang keagamaan, pendidikan, dan kebudayaan. Masih banyak isu lain yang harus diperhatikan, misalnya wawasan nasioalisme gen Z juga mentalnya yang kerapkali jadi sorotan.
Di sisi lain keputusan NU menarik, bisa dikatakan keren. Artinya NU berani pasti karena sebab. Tak mungkin asal mengiyakan. Dengan mengambil tawaran itu NU keluar dari Zona nyaman.
Sebagai putera bangsa NU punya hak sama mengambil tawaran itu. Terlepas ormas itu berbasis agama. Soal ormas lain menolak itu hak mereka. NU punya pikiran lain yang tak harus sama. Kalau merasa mampu kenapa harus disoalkan, toh nanti juga dupertanggungjawabkan.
Selama ini kita berpikir NU yang sebatas mengurus soal keagamaan. Padahal jelas di banyak kesempatan tokoh-tokohnya bilang, NU itu moderat. Ulama NU moderat, kader NU harus moderat.
Perbedaan sudah biasa. Semangat keislaman tak melulu di lapangan ritual dan kultural. Dalam jangkauan luas NU ingin menampilkan kesalehan sosial.
Seperti diungkapkan Ulil Absar Abdala di salah satu kesempatan, bahwa NU sudah membentuk PT khusus mengelola tambang. NU lebih dari cukup punya kader-kader potensial mengurusnya.
Singkatnya, sikap dan pilihan NU tidak gegabah. Ada pun tanggapan masyarkat yang kurang setuju, di sinilah letak tantangan untuk NU membuktikan bahwa kemampuan pengelolanya baik dan benar sebagaimana pemain lama di sektor tambang.
Oleh karenanya, hemat saya, si pembuat plesetan logo itu jangan dilaporkaan ke pihak kepolisian. Alangkah bijak diajak tabayun dulu. Selama ada jalan yang lebih edukatif, kenapa harus menampilkan wajah yang kurang bersahabat.
Di sini sikap kader NU teruji, apakah menampilkan sikap yang adem dan meneduhkan. Atau sebaliknya, merespon dengan cara yang kurang terpuji. Bisa jua biasa saja, karena kita tahu poin plesetan itu adalah kritik pada keputusan pengurus pusat.
Namanya kritik di negara demokrasi itu biasa. Ada pun agak kelewat batas, di sinilah momen menampilkan karakter bangsa kita, yang kekeluargaan dan mengedepankan dialog. Ngopi bareng sambil diskusi hangat di emperan.
Biarkan Pak Polisi menyelesaikan kasus-kasus yang menumpuk, janganlah dibebani dengan kasus baru. Â Kasus Vina masih jadi perhatian kita, semoga terkuak sampai tuntas. Wallahu'alam. (***)
Pandeglang, 26 Juni 2024 Â 21.59
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H