Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Lainnya - Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, metal dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang. Sehari-hari berdagang dan menulis di blog.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Alasan Kenapa Tak Mau Membukukan Karya

25 Juni 2024   10:00 Diperbarui: 25 Juni 2024   10:07 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: Pixabay.com/Stocnap)

Sewaktu pertama bergabung di kelas menulis Rumah Dunia di angkatan 38, penyataan yang sering diucapkan pemateri adalah karya. Karya kamu apa, dan pernahkan sudah dimuat di mana. Satu lagi, sudahkah dibukukan?


Selama ini saya memang suka menulis, menulis apa yang saya suka. Gak berat sih, ya tulisan receh. Tulisan itu ada yang rutin di posting media sosial, ada pula yang saya kirim ke media online. Banyak pula yang saya hanya catat di buku harian.

Kenapa belum dibukukan?

Kalau antologi sudah tapi kalau menyendiri, ya belum. Saya belum punya alasan urgent, entahlah. Pikiran sederhana saya, kalau penulis lain membukukan karyanya karena sudah ada permintaan. Sudah punya pangsa pasar yang menunggu. Kalau saya apa tuh, cuma penulis amatir yang terus belajar menulis.

Belum lagi dengan kemajuan iptek, ada pergeseran signifikan minat orang pada membaca buku konvensioanal. Wajar tabloid, majalah dan koran banyak yang gulung tikar.

Ada pula yang bertahan dan berganti nama, cuannya tak semenarik dulu. Kita lebih senang "membaca" konten kreator yang diolah sedemikian rupa daripada membaca informasi dari buku saja.

Jadi saya belum punya alasan kenapa harus membukukan buku. Apalagi tulisan saya apalah gitu, gak selezat Pizza yang bikin ngiler itu. Tulisan saya ekspresi pikiran orang biasa, di mana pengen nulis, ya menulis.

Saya punya teman-teman yang sudah dibukukan karyanya, kesan saya, kok melihatnya biasa saja. Bahkan yang bikin heran, koleksi buku itu seperti terbengkalai. Apa itu kebanggaan? Ya di awal-awalnya spesial, selebihnya, apa ya biasa saja.

Di akhir kelas menulis, satu angkatan kami sepakat untuk menulis esai dan nantinya dibukukan. Segala persiapan teknis sudah matang pun non teknis. Artinya tak ada kendala. Semua sudah digodok dengan baik.

Mirisnya sampai akhir kelas dan berganti angkatan, rencana tinggal rencana. Sampai saya berpikir, di lingkungan yang "melek literasi" saja membukukan karya seperti hal biasa saja, bagaimana di lingkungan yang akvitas literasi kurang diakrabi.

Sampai di sini, sepertinya saya pengen menulis saja di blog. Membukukan karya, nanti saja lah.

Pandeglang, 25 Agustus 2024   09.43

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun