Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Lainnya - Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, metal dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang. Sehari-hari berdagang dan menulis di blog.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bingung Nulis, Nulis Apa?

13 Juni 2024   23:44 Diperbarui: 14 Juni 2024   00:32 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bingung nulis apa. Sumber: Pixabay.com

Malam ini saya lagi bingung mau nulis apa. Mau nulis puisi kah. Mau nulis cerpen kah untuk diikutkan lomba. Menulis opini soal peristiwa terkini. Atau menulis tentang ia di sana, yang bikin rindu.

Hem, masih bingung sih. Masa asal nulis saja. Padahal menuliskan aktivitas literasi, yang kata Kang Abik mah ga boleh asal. Harus punya tujuan; tujuannya jelas, baik dan bernilai ibadah.

Kalau tak bisa, ya diam. 

Masalahnya itu sih, saya gak bisa diam. Pengen menulis saja, tapi menulis apa. Apa menulis kejadian tadi pas ke Puskesmas terus harus menunggu dua jam lebih sama ponakan, dianya lelah dan saya yang kasihan, tapi masa iya.

 

Lihat mata ponakan saya, sudah layu gitu/sumber: dokumen pribadi
Lihat mata ponakan saya, sudah layu gitu/sumber: dokumen pribadi

Mau menulis tentang itu takutnya kena teguran. Siapalah saya, Ikang Fauzi saja harus ngantri karena berobat pakai BPJS, dan viral! Lah saya mah gak mau begitu, cukup menerima saja.

Menerima saja menunggu dua jam sambil menggerutu di hati, "Sabar, sabar, menunggu. Namanya rakyat kecil, berobat ke Puskesmas pula, ya sadar diri," begitu kata hati.

Ini saya hanya beberapa kilometer di pusat kabupaten kota saya, bagaimana mereka yang berada di pelosok sana. Dengan kondisi lingkungan yang kurang bersahabat, jalan yang masih mengerikan dan tenaga nakes yang terbatas, mungkin menunggu adalah hal biasa.

Cepat-cepat saya sanggah pikiran untuk menulis opini. Janganlah bahas beginian, cari aman saja. Sudah dilayani sudah lebik dari cukup, adapun soal kekurangan nanti itu urusan petinggi di sana. Sekali lagi, cari aman saja.

Tambah bingung dah, mau menulis apa. 

Apa mau menulis tentang kamu, yang diam-diam membaca tulisan ini, lantas bingung menebak tulisan ini ke mana. Ke mana ya. Ke mana saja lah, asal jangan ke hatimu saja. Haha.

Apa kamu punya ide untuk dituliskan?

Percaya gak sih kamu, kata mereka yang lebih senior gak ada alasan kita gak bisa menulis. Apalagi beralasan kehabisan ide. Tiap hari ga menulis karena gak ada bahan. Ide itu pasti ada dan itu harus diciptakan bukan ditunggu. Pas ketemu ya ikat, eh tuliskan. Tuliskan, jangan banyak menunggu. Berpikir eh tulisan gak jadi-jadi.

Menulis itu aktivitas kreatifititas kamu bukan proses melamun. Bisa-bisa bukan ide yang kamu temukan eh pikiran tertentu nanti terjadi. Intinya, siapapun bisa menulis, yang tak bisa menulis itu orang yang tak mau menulis. Menulis apa? Menulis apa yang kamu rasa, kamu inginkan dan kamu ingin orang tahu. Minimal kamu tahu, bahwa kamu bisa berpikir dan menulis.

Menulis itu pembuktian diri bahwa kita pernah menceritakan ide kita. Gagasan kita. Kita berada di rel yang nanti bakal dikenag, diketahui dan mungkin digali. Bukan, bukannya orangnya tapi isi pikirnya apa.

Misalnya gagasan yang dituangkan Bung Karno di Indonesi Menggugat. Atau pikiran Buya Hamka di Falsafah Hidup. Atau pikiran Pramodya Ananta Toer di serial Bumi Manusia. Adalah pemikiran brilian putera bangsa sampai kini terus digali, dipahami dan diambil saripatinya.

Orangnya boleh wafat, tidak dengan ide dan gagasannya. Itulah kekuatan dari kata-kata. Kekuatan sesudah dituliskan, diucapkan dan diperjuangkan akan menjadi desing peluru yang menusuk zaman, pada jadinya akan jadi warna di antara warna peradaban. Urusan terkenal atau tidaknya, ya gimana Allah. Begitu kan prinsip tawakal. Lakukanlah dan pasrahkan.

Seperti kata orang bijak, sejarah itu milik siapa yang mereka menuliskanya. Sejarah kebesaran Majapahit mungkin hanya akan jadi dongeng belaka kalau tak ada sejarawan yang menuliskannya. Ia tak ubahnya cerita rakyat, yang diyakini ada tapi tak bisa di klarifikasi adanya.

Nyatanya tidak, Majapahit adalah kerajaan besar di masanya. Kerajaan yang mampu menyatukan nusantara. Meskipun masih menjadi diskursus, sejauh mana batas nusantara itu dan apa benar seluas seperti NKRI sekarang, sejauh ini masih jadi obrolan di kalangan sejarawan.

Namun semua sepakat, Majapahit itu ada. Patih yang kuat nan hebat, itulah Patih Gajah Mada sampai pada Prabu Hayam Wuruk. Pun sampai pada sumpah Palapa dan Perang Bubat yang tragedis itu sejarah yang nyata  adanya. Itulah berkah dari tulisan, abadi dikenang di masa-masa selanjutnya.

Masalahnya, saya masih bingung mau nulis apa. Bingung dengan ide dan pikiran mana yang bakal saya tuliskan. Sudahlah, daripada pembaca bingung saya akhri saja tulisan ini. Intinya, walau bingung menulis saja. Itu sih intinya. Wallahu'alam. (***)

Pandeglang, 13 Juni 2024   23.36

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun