Polemik salam lintas agama memang menarik. Saya melihatnya sebagai bagian dari keterbukaan bersuara terkait kebebasan beragama. Apa selama ini tidak? Ya sudah, cuma sekarang lebih bebas lagi.
Kalau dulu kan, ada fatwa untuk setiap musim tak boleh mengucap selamat natal. Tepatnya di masa Pak Harto, Buya Hamka dicekal habis-habisan. Pada jadinya, Buya memilih turun kursi karena dipaksa untuk mencabut aturan tersebut. Sekarang kan, tak jadi soal. Kabarnya, Pak Wapres yang membuka langsung acaranya.
Lah, terus, apa ini bakal mengganggu toleransi kita dengan saudara sebangsa yang berbeda keyakinan?
Versi saya melihatnya, ya biasa saja. Lagian kita paham kok fatwa MUI itu aturan yang mengikat hanya pada muslim/ah saja. Dalam aturan postif negara kita pun sekedar "anjuran atau pegangan" dan tidak mengikat secara konstiusi.Â
Baca juga: Guru Ngaji Juga Manusia BiasaArtinya, negara menghormati suara dari majlis fatwa MUI. Soal aplikasi terserah pada penganut agama tersebut. Lagian kita sadar, nanti juga ada perbedaan pendapat lagi. Ada yang memperbolehkan pun ada yang tidak, dengan dalil dan argumen yang bisa dipertanggungjawabkan pastinya.
Untuk selanjutnya kita pula yang bisa memilih, akan ikut yang mana. Kita pun tahu, muslim juga ada yang taat dan kurang taat. Sederhananya, kita bisa memilih ini. Wong hukum meninggalkan salat saja kita tahu seperti apa, tahu pula itu tiang agama; buktinya tak sedikit di sekitar kita yang tak salat.Â
Gih tanya, tahu gak hukumnya salat?!
Terus dalam konteks luas, saya rasa sesama anak bangsa kita menyadari ini. Setiap agama punya hak menjalakan agamanya, saya pikir yang geger itu hanya ditataran media saja yang bisa demi hal tertentu.
Dalam fakta di lapangan, hubungan itu biasa saja. Terkecuali, penganut yang agak esktrem dan itu di tiap agama ada. Hubungan bos dan karyawan yang berbeda keyakinan, biasa saja. Fokus mereka kan bisnis bukan merusak keyakinan anak buahnya. Mereka tersenyum tulus, bekerja sama yang baik dan menghormati privasi masing-masing.
Apa yang harus dikhawatirkan soal salam lintas agama ini? Saya melihatnya berbahaya kalau media saling menggoreng satu sama lain. Kata tokoh ini begini, kata ustaz ini begitu jadinya nanti orang awam pusing lantas menyimpulkan, "Ustaz kok begini, jangan-jangan ..."