Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Lainnya - Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, metal dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang. Sehari-hari berdagang dan menulis di blog.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Guru Ngaji Juga Manusia Biasa

6 Juni 2024   01:40 Diperbarui: 6 Juni 2024   07:55 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas mengajar harian ba'da magrib/dok. pribadi

Malam kemarin, sungguh saya merasa kecewa sekaligus agak lelah. Kecewa mendengar anak didik saya ketahuan mencuri, mem-bully, dan melakukan hal kurang elok. 

Saya pun lelah karena setiap mengajar anak-anak itu kerapkali bercanda, ngobrol tak jelas dan begitulah anak-anak. Giliran pas ngaji, seketika kalem dan tak berselera.

Kebetulan kemarin malam itu acarnya yasinan. Seusai yasinan biasanya bagi-bagi cemilan ringan dari Emak. Dari awal memulai sampai selesai acara terus saja bercanda, apalagi pas pembagian geger tak beraturan.

Doa yang saya panjatkan pun tak gubris, fokusnya berkat yang bakal di dapatkan. Dan saya pun kesal, sebal dan campur aduk. Terpaksa saya tinggalkan. Pembagian baru setengah jalan, saya stop!

Dasar anak kecil, mana mereka peduli. Nyelonong saja pulang. Ada yang lari-lari sambil tersenyum ceria, pun ada pula yang biasa saja seolah tak ada apa-apa. Mereka gak tahu gurunya jengkel bukan main. 

Heuh.

Mengajar anak-anak memang bukan urusan ecek-ecek. Butuh proses dan kesabaran ekstra. Apalagi di masa tumbuh kembang mereka lagi aktifnya maka tak setiap orang mampu.

Itulah kenapa rata-rata guru TK/PAUD itu wanita. Karena wanita lebih punya stok sabar dan pengelolaan emosi lebih baik daripada laki-laki. Kalau laki-laki pasti menyerah duluan sebelum anak tumbuh menjadi kepompong peradaban.

Satu sisi saya membenarkan sikap saya di atas, karena bagaimana pun saya manusia biasa yang bisa jengkel. Gak bisa dong saya diam dan pura-pura tak ada apa-apa dengan kenyataan terlihat. Terkecuali, kamu yang lebih baik dari saya.

Saya mah apa tuh, cuma hamba yang tengah belajar dan berusaha. Mudah sekali tersulut emosi. Tak sampai main pukul sih, ya sekedar ngomel gitu. Ihh, merasa cerewet banget.

Di sisi lain saya pun merasa, setelah mereka pulang, jiwa terasa tak baik. Entah kenapa saya merasa menyesal. Sikap saya kurang mencerminkan sikap guru yang baik. Guru yang harus menjaga akhlak dan mampu mengontrol emosi. Terlebih guru ngaji yang hafal petuah-petuah agamanya, apa pun sebabnya tak boleh labil.

Menjadi guru ternyata mengharuskan kita "harus banyak" belajar. Belajar menambah wawasan, menambah pengetahun, menambah kematangan emosi dan menambah apa yang selayak orang yang digugu layak ditiru.

Sebagai guru kita tak bisa meninggalkan sifat kemanusiaan kita, di saat yang sama harus jeli menempatkan sifat kemanusiaan kita. Maksudnya, kita bisa salah maka harus siap diluruskan. Oleh siapa saja, termasuk oleh orang di bawah kita.

Orangtua pun tak boleh pula menyerahkan kewajiban mendidik anak pada guru saja. Harus ada kerja sama yang baik, baik dari pihak orangtua. Begitupula  sebaliknya.

Seusai salat isya, sunah dan ditutup witir, saya bermunajat pada Allah,

 "Ya Allah, hamba sudah melakukan apa yang selayaknya hamba lakukan sebagai guru pada mereka, maka mudahkan mereka mampu memahami apa yang hamba ajarkan." Cukup tersedu saya ujarkan.(**)

Pandeglang, 5 Juni 2024  01.39

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun