Sekitar jam 9, pagi tadi, saya ke Polsek Cadasari. Ke sana untuk mengurus surat kehilangan KTP almarhum bapak saya. Sebenarnya yang menghilangkan itu adik, tapi ia takut kalau bertatap muka  langsung dengan Pak Polisi. Takut apa? Takut ditangkap! Hihi.
Aneh memang, emang ia buronan atau terbelit kasus hukum apa sehingga takut kalau ketemu Polisi. Tak hanya ia sih, adik saya yang lain termasuk Emak agak takut kalau ketemu Pak Polisi dan Pak tentara. Alasannya, takut dipenjara.
Lucu emang. Dikira Polisi bisa main tangakap dan jebloskan ke penjara seenaknya. Hadeh, ada-ada saja. Mungkin itulah efek melihat atau menonton sinetron yang selalu terlihat Polisi pasti menangkap orang dan langsung menjeblokan orang ke terali besi.
Apakah saya takut?
Kalau saya sih, biasa saja. Ada sih deg-degan takut salah ucap, nanti dicap radikal! Hehe. Ga ding, saya mah biasa saja. Di mata saya Pak Polisi manusia juga kok, cuma yang memang agak bikin kikuk mungkin seragamnya sama pistolnya, itu sih.
 Makanya tadi pagi saya lagi uji mental. Saya datang ke Polsek, dengan sarung dan peci hitam yang tingginya 12 m serta membawa berkas yang dibutuhkan. Bergegas saya ke Polsek, parkir motor dan mematut diri di kaca depan pintu masuk.Â
Setelahnya, ya disambut senyum bapak Polisi yang sedang duduk santai dengan rekan yang lain. Saya ucapkan salam dan menjabat yang ada di sana, tiga orang. Dipersilahkan duduk dan ditanya-tanya gitu, ada apa. Setelah tahu, ya menunggu dan nimbrung dengan beliau.
Apa yang diobrolkan? Soal kasus kriminal akhir-akhir terjadi di Pandeglang. Soal anak membunuh bapaknya di wilayah Menes sana, ternyata ODGJ.Â
"Dari laporan pihak rumah sakit jiwa dinyatakan sembuh, makanya pulang. Pas pulang minta dibelikan motor sama ibunya, ya emak nya karena gak punya uang minjem dulu ke tetangga. Di rumah cuma ada pelaku sama korban, ya korban itu ditimpuk sama batu yang besar saat ibunya pergi," kata Pak Polisi yang lebih senior, mungkin pengawas di sana atau komandannya.Â
Ngeri banget saya membayangkannya. Versi media online lokal katanya pelaku minta rokok ke bapaknya tapi gak dikasih karena bapaknya ga punya uang. Mungkin uangnya sama ibunya. Namanya orang baru sembuh, belum normal seutuhnya, ya begitulah.
Pak Polisi cerita juga menjamur aliran sesat di Pandeglang. Beliau cerita ada aliran sesat mengaku Tuhan di Jakarta. Usianya masih muda. Belum aliran ahmadiyah dan aliran di Cikeusik yang dulu sempat bikin geger.
Saya bertanya soal aliran angling darma di Mandalawangi, kalau itu sudah mati orangnya. Begitu katanya. Di sana jadinya tuker pikiran sama-sama Pak Polisi. Tak lama, pada pamit, mungkin ada tugas lainnya.
"Hampuranya mang, mun rada kasar, namanya geh aparat," kalau gak salah begitu Pak Polisi senior bicara ke saya sambil tersenyum ramah lantas menyalaminya. Masya Allah, tersentuh hati saya!
Dari pertemuan singkat tadi, saya mengambil banyak hikmah di antaranya, jangan dulu su'uzon. Mungkin di luar sana banyak polisi yang tak jujur dan tak amanah, tapi bukan berarti semua polisi begitu. Ada yang tidak baik dan masih banyak yang lebih baik lagi. Kita doakan penegak hukum kita agar makin banyak orang-orang yang berani, jujur dan amanah sama tugasnya. Satu lagi, ramah ke warga!
Jangan takut ke Polisi, selama kita benar. Takut itu ke Allah yang menciptakan Polisi dan seluruh alam jagat ini beserta isinya. Bukan begitu? (***)
Pandeglang, 31 Mei 2024Â Â 15.23
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H