Mohon tunggu...
BRHIAN
BRHIAN Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tawuran Opini Warnai Pemilu 2019

11 Februari 2019   07:09 Diperbarui: 11 Februari 2019   14:53 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kampanye adalah momen bagi para elite politik mempromosikan partainya, kampanye adalah momen bagi Capres Cawapres menawarkan mimpi-mimpi indah kepada rakyatnya, kampanye adalah mendengar orang-orang pandai bersilat lidah, seperti tukang obat dijalanan, mencoba meyakinkan rakyatnya, bahwa disini seperti disorga,(lagunya Iwan Fals)

Beda dulu beda sekarang, dahulu kampanye adalah arak-arakan menggunakan truk dan diisi pemuda yang memakai kostum dari salah satu partai yang belum tentu mereka dukung karna yang mereka tau adalah bersenang-senang , berteriak-teriak dan bernyanyi.

Dahulu kampanye adalah sebatas hiburan bagi kaum kecil kususnya mereka yang tidak tau apa-apa dikumpulkan dalam sebuah arena dengan panggung dangdut dan mereka berjoget riang tanpa memikirkan perbedaan.

Tapi rupanya jaman sudah berubah, sekarang yang saya saksikan dimedia tv, youtube, dan media lainya kampanye adalah para elite politik turun secara langsung kejalan, dengan alasan meyerap aspirasi rakyat mendengar keluhan rakyat dll.

Sekarang kampanye adalah seperti sebuah diskusi antara tim A dan tim B dikumpulkan dalam satu acara di televisi, saling adu otot mencari kebenaran masing-masing dan mencari kelemahan lawan.

Layaknya mereka yang sedang diadu domba dengan presenter sebagai wasit. Bukan hanya itu, rakyat pun sebagai supporter tak segan-segan saling bertengkar antara pendukung satu dan pendukung lainya demi membela apa yang mereka anggap benar.

Sekarang kampanye adalah munculnya politikus-politikus jalanan, lahirnya intelektual dunia maya yang saling serang layaknya tawuran opini, saling mencari kesalahan lawan tanpa mengedepankan etika dan nilai-nilai kemanusiaan, dan tak sedikit dari mereka yang membutakan matahatinya untuk sejenak berfikir realistis, tentang siapa yang akan maju sebagai calon pemimpin. 

Karena mereka telah menutup matanya untuk hal-hal baik dari kubu lawan, dan menutup matanya untuk hal-hal buruk dari siapa yang menjadi pilihanya.  Sehingga apa yang dilakukan lawan semua pasti buruk, dan apa yang dilakukan kandidatnya ya semua baik. Minimnya pemikiran luas seolah menjadi ajaran baru dalam kita berdemokrasi.

Apa ini yang dinamakan demokrasi? Bebas mencela, bebas memfitah, bebas menyampaikan ujaran kebencian demi sebuah pilihan.  Mari.. berdemokrasilah dengan matang, berdemokrasilah dengan bijak dan dewasa, tanpa harus melukai satu sama lain, bukankah kita Pancasila? Bukankah kita Bhineka Tunggal Ika? 

Mari kita tunjukan kerukunan dan persatuan demi pahlawan yang telah gugur mendahului kita, Mari bersatu menghadapi persaingan antar Negara, dan bukan perang melawan bangsa dan saudara sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun