Sadar atau tidak, kita sering berubah menjadi sesuatu yang dulunya pernah kita benci. Misalnya saya sendiri yang pernah mengolok-olok musik Korea ketika masih SMP. Akhir masa SMA, saya mulai melirik salah satu grup perempuan asal Korea, dan hingga saat ini pengetahuan tentang grup perempuan asal Korea terus bertambah. Kini, tiada hari tanpa mendengarkan lagu dari salah satu grup ini. Membuka media sosial untuk mendapatkan info terbaru mereka pun sudah menjadi rutinitas.
Baik quote dari Dent maupun Bukowski, secara sederhana menjelaskan betapa mudahnya manusia berubah. Tidak tanggung-tanggung, perubahan bisa terjadi hingga 180 derajat. Dari hero menjadi villain, dari benci menjadi cinta.
Jauh sebelum Harvey Dent dan Charles Bukowski, idiom yang bermakna sama sudah ada dalam khasanah budaya Jawa. Orang Jawa mengenal idiomÂ
"Sengit ndulit, gething nyanding,"Â
atau terjemahan bebasnya, "Kebencian itu mencolek, kebencian/amarah itu menggandeng."
Orang Jawa menyadari betul bahwa kebencian yang diarahkan kepada orang lain dapat berbalik mencolek dan menggandeng mereka. Fenomena seorang hero berubah menjadi villain dan seseorang berubah menjadi sesuatu yang dia benci merupakan contoh nyata bagaimana kebencian dapat berbalik. Oleh karena itu, kemudian ada saran untuk "Ngono ngono, ning yo ojo ngono," yang maknanya kita tidak boleh terlalu mendalami rasa benci terhadap segala sesuatu.