dalam dekap cahaya panas
dadamu dihunus sebilah tembaga
tubuhmu roboh tepat di samping sebuah guci warna jingga
“Sabar! Kau harus sabar!” ucapmu pelan
tiba-tiba dadaku sesak
lalu kaupegang tanganku erat-erat
“Kau jangan sedih. Anakku akan datang menemanimu nanti.”
katamu lagi bersama mata yang sayu
sebelum jantungmu berhenti berdetak
kulihat air matamu bagai luapan sungai
menyapa kakiku
menyentuh tanganku
juga menggenangi wajahku yang kian menghangat
di ruang-ruang selatan
bagai seorang ibu yang mengandung tua
aku menanti kehadiran anakmu hampir sembilan jam lamanya
dan, ketika aku jongkok di beranda malam
anakmu datang
dia membawa sekuntum matahari
sementara itu bibirku merekah, menemani hatiku yang purnama
Tanah Borneo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H