Lelaki itu duduk di sampingku tanpa bicara apa pun. Pakaiannya lusuh, rambut acak-acakan, dan bau badannya bikin mual. Kututup hidung seraya menoleh ke jendela bus. Matanya sayu menatap kosong ke depan. Ditangannya menggenggam plastik keresek hitam. Bus yang aku tumpangi semakin penuh sesak, karena sudah jam pulang kantor. Kulirik lelaki tua di sampingku, dia tertidur pulas. Wajahnya terlihat lelah, keriput kulitnya tampak jelas. Tangannya masih menggenggam erat keresek hitam yang dibawanya.Â
Tiba-tiba ada orang berteriak, "Copet ... copeett ...." Lelaki tua di sampingku terbangun. Keresek hitam yang dibawanya sudah berpindah tangan. Ada beberapa lelaki muda tergesa-gesa turun dari bus dan berpencar. Salah satu dari mereka yang membawa keresek hitamnya. Â
Lelaki tua itu terhuyung-huyung segera turun dari bus. Belum sampai di trotoar jalan, dia terjatuh dan pingsan. Orang-orang di sekitarnya membantu menolong. Beberapa saat kemudian, lelaki tua itu siuman. Tak ada kata-kata apa pun dari mulutnya. Hanya tangannya yang bergerak kesana-kemari memberi isyarat. Lelaki tua itu tuna wicara. Ternyata, keresek hitam itu berisi uang simpanannya yang akan diberikan kepada anaknya yang sedang dirawat di rumah sakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H