Isra Mikraj merupakan mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad di mana hal itu merupakan perjalanan dari dunia menuju alam langit yaitu langit ke tujuh selepas sidratul muntaha. Isra mikraj merupakan hadiah yang diberikan Allah kepada nabi, sebab sebelum itu nabi mengalami kesedihan yang sangat sebab ditinggal istri dan sanak familinya.
Lalu Isra Mikraj ini oleh umat Islam diperingati tiap tahun sebagai kenangan adanya mukjizat nabi. Khusus bagi penceramah dan sebagian Kiai, mereka selalu diundang untuk memberikan ceramahnya terkait isra mikraj.
Seharusnya kita dapat mengambil pelajaran yang berarti dari fenomena isra mikraj ini. Tidak hanya sebatas seremonial tiap tahun diadakan acara ceramah. Pelajaran pertama yaitu kita sebagai manusia harus banyak mendekatkan diri kepada Allah supaya dapat meniru Nabi Muhammad. Tapi ada sebagian kalangan seperti Fazlur Rahman berpendapat bahwa peristiwa Isra Mikraj adalah hal biasa yang masuk akal dan itu dijelaskan bahwa itu hanya pengalaman spiritual nabi saja. Artinya, mukjizat dapat diterangkan dengan memakai penjelasan ilmiah, sesusai nalar berpikir manusia.
Arti penting mendekatkan diri kepada Allah adalah manusia merupakan makhluk yang lemah dan selalu butuh kepada allah. Dapat dibayangkan bahwa struktur tubuh manusia secara mekanis selalu membutuhkan asupan untuk bertahan hidup, walaupun hanya sebatas air minum saja. Selain itu, secara mental, manusia juga butuh kedekatan tersendiri kepada Allah. Jika kita mengingat pendapat Immanuel Kant, maka hal itu berlaku universal dalam segala aspek kemanusiaan.
Pelajaran kedua, Isra Mikraj mengajarkan arti penting kesabaran manusia. Nabi ketika kehilangan sanak familinya, tentunya beliau sangat sedih, namun beliau sangat sabar dan menyandarkan permasalahannya kepada Allah, sehingga Allah mengundangnya ke langit, untuk ber tatap muka langsung. Karena memang pertemuan makhluk dengan Tuhan, yang paling sempurna dialami oleh nabi Muhammad.
Mikraj pada essensinya maknanya adalah mendaki. Namun mendaki disini dapat dimaknai dengan pendakian spiritual. Dari rendah ke tinggi. Dalam perspektif sains, seperti yang diungkap oleh Agus Purwanto dalam seminar-seminarnya, sebetulnya Mi’raj adalah perjalan ke luar dari dimensi ruang dan waktu yang ada di dunia saat ini.Â
Dalam artian Nabi Muhammad berada pada alam gaib. Ia seperti terlempar dari alam ini. Agus Purwanto memberi contoh semut yang berada dan berjalan di atas permukaan balon. Tentu semut tidak bisa terbang. Tapi ketika semut itu lepas dari balon, maka ia akan mengalami perbedaan yang tidak sama dengan semut yang lain. Begitulah mi’raj nabi Muhammad.
Khusus orang-orang umum yang tidak dapat mengalami apa yang dirasakan oleh Nabi Muhammad. Maka mereka harus mencontoh nabi dalam berbagai hal. Seperti perjuangan nabi dalam menegakkan Islam. Seperti kejujuran nabi dalam segala hal termasuk dagang berdagang. Ini yang harus dicontoh oleh semua kalangan.
Pelajaran yang ketiga adalah kita dituntut untuk lebih mengedepankan spiritualitas dari pada hal yang berbau materi. Sebab materi itu akan musnah dan tidak kekal. Sementara spiritual akan mendapatkan tempat suatu saat di haribaan Tuhan.
Ada yang mengatakan ketika manusia mencari Tuhan ada berbagai cara. Para kosmolog seperti astronot mencarinya keluar dari sistem tata surya kita. Misalkan kita dapat inspirasi dari film Grand Voyage dan Ad Astra. Kedua film ini yang salah satunya dibintangi Brad Pitt mengajak masyarakat untuk lebih memahami makna diri dan sebagai penghuni bumi. Dalam film Grand Voyage sebetulnya alam semesta dalam perspektif materi (wujud) selalu mengalami paradoks.Â
Paradoks yang pertama adalah jawaban dari pertanyaan apa benda terkecil. Paradoks kedua adalah pertanyaaan apa benda terbesar. Ini semua menjadi paradoks pada dirinya karena sampai saat ini belum ada jawaban. Seperti pertanyaan dimana ujung Barat dan Timur.