3. Manipulasi Hasil Pemilu : Dalam beberapa kasus, dugaan mafia politik juga terlibat dalam manipulasi hasil pemilihan, baik dengan cara menggandakan suara atau menggunakan teknik-teknik kecurangan lainnya.
Ketiga elemen ini menciptakan kondisi politik yang tidak transparan dan cenderung mengikis integritas proses demokrasi di Madura.
Dengan lebih dari 3 juta pemilih terdaftar, Madura memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu daerah penentu dalam Pilkada 2024. Namun, jumlah besar DPT ini juga menimbulkan tantangan tersendiri.
 Salah satunya adalah upaya mafia politik untuk memanfaatkan tingginya jumlah pemilih guna menggerakkan mesin politik mereka. Potensi manipulasi dan kecurangan menjadi lebih besar ketika jumlah pemilih yang terlibat sangat banyak, sementara sistem pengawasan dan akuntabilitas yang ada masih lemah.
Selain itu, masyarakat Madura, yang cenderung memiliki loyalitas tinggi terhadap kyai atau tokoh lokal, sering kali menjadi target empuk bagi kelompok-kelompok kepentingan tertentu yang ingin mempengaruhi hasil pemilihan. Loyalitas ini, meski mencerminkan keterikatan sosial yang kuat, sering kali dimanfaatkan oleh mafia politik untuk meraup suara secara tidak sehat.
Pergerakan politik di pulau garam ini kemudian menjadi semakin kompleks dengan sistem pemilihan yang sering kali digambarkan sebagai buram dan jauh dari transparan. Beberapa faktor yang menyebabkan hal ini antara lain:
1. Minimnya Pengawasan yang Efektif : Salah satu masalah utama di Madura adalah minimnya pengawasan yang efektif, baik dari penyelenggara pemilu maupun lembaga-lembaga terkait. Pengawasan yang lemah ini memungkinkan berbagai bentuk kecurangan terjadi tanpa terdeteksi.
 Â
2. Penyalahgunaan Kekuasaan : Pejabat atau aktor politik yang memiliki kekuasaan sering kali menyalahgunakannya untuk mengamankan kemenangan mereka dalam pemilu. Ini termasuk penggunaan sumber daya negara atau fasilitas umum untuk kepentingan pribadi atau partai.
3. Tekanan Sosial: Di Madura, tekanan sosial dari oknum-oknum yang menganggap dirinya sebagai tokoh masyarakat atau kyai dan atau golongan Blater sangat berpengaruh, sehingga masyarakat sering kali merasa terpaksa untuk mengikuti arahan pemimpin komunitas, meski pilihan tersebut mungkin tidak sesuai dengan preferensi pribadi.
Buramnya sistem pemilihan ini menjadi tantangan serius dalam upaya mewujudkan pemilu yang jujur dan adil di Madura. Jika tidak ada upaya reformasi yang signifikan, mafia politik akan terus memanfaatkan kelemahan-kelemahan sistem ini untuk mempertahankan pengaruh mereka.
Hingga akhirnya fenomena mafia politik di Madura memiliki dampak yang luas terhadap kualitas demokrasi, tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga di tingkat nasional. Praktik-praktik politik yang tidak sehat ini mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemilihan, merusak integritas lembaga-lembaga demokratis, dan menciptakan ketidakadilan dalam kompetisi politik.
Akibatnya, pemimpin yang terpilih sering kali bukanlah pilihan rakyat yang sesungguhnya, melainkan hasil dari manipulasi politik.