Ramai bicara hasil paripurna DPR 26 September 2014 tentang UU Pilkada.
Pilkada oleh DPRD memang pada satu sisi merampas kembali hak konstitusi rakyat dalam memilih kepala daerah. Tapi pada sisi lain katanya politikus "memurnikan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945". UUD 1945 bisa saja diamandemen, tapi Pancasila tidak bisa diamandemen. Pancasila sama seperti kitab suci, sifatnya mutlak. Kecuali negara ini hancur dan bubar dulu.
Plus-minus pasti terjadi, tapi kebaikan bagi rakyat semoga bisa diperkuat. Mari kita cari-cari plus-nya dulu deh (minus-nya nanti aja):
1) Saya tidak bisa lagi mencalonkan diri sebagai peserta Pilkada di masa datang,
2) Tapi saya tidak perlu lagi bertengkar-tengkar dengan saudara, tetangga, teman kantor, sahabat, dll karena perbedaan pilihan calon kepala daerah.
3) Bagi yang punya istri atau suami yang PNS tidak perlu lagi khawatir dimutasi karena dilapor via sms ke tim sukses kalau pilihan politiknya terhadap calon Bupati berbeda.
4) Kenalan saya yang kepala sekolah dan kepala dinas tidak perlu khawatir diturunkan jabatannya karena perbedaan pilihan politik.
5) Tidak perlu ada kecamatan atau kabupaten yang tidak terbangun satu periode karena tidak mendukung calon Bupati/Gubernur.
6) Tidak perlu ada bentrok dan pembakaran kantor Bupat/Gubernur karena kalah dalam pilkada.
7) Kalau suatu saat ada Bupati/Gubernur melakukan pelanggaran konstitusi dan moralitas, maka mudah saja DPRD "mengimpic" dan mengganti dengan Bupati/Gubernur baru. Kan mereka yang berkuasa atas kedaulatan rakyat. Lebih baik mereka yang bertengkar dari pada rakyat yang bertengkar.
Masih adakah yang mau nambahi plus-nya Pilkada oleh DPRD?
Silahkan tulis di komentar =D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H