Sikap beroposisi tentu akan cukup baik untuk mengawal kebijakan pemerintah, namun perseteruan yang berlarut-larut dan hanya dilandasi kepentingan kelompok hanya akan menyebabkan stabilitas politik terganggu. Tanpa landasan ideologis yang kuat, kekuatan oposisi juga hanya akan ditunggangi kelompok-kelompok oportunis yang hanya ingin meningkatkan posisi tawar untuk merongrong jalannya pemerintahan. Partai Golkar karenanya diharapkan bisa lepas dari dikotomi koalisi pendukung Pilpres dan fokus pada perjuangan nilai dan kepentingan yang dimilikinya sendiri.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Refly Harun melihat ada dua prediksi dalam putusan PTUN nanti. Pertama, jika PTUN menolak gugatan kubu Ical atau mengesahkan SK Menkumham, maka kasus tersebut selesai, dan kubu AL menjadi pengurus Partai Golkar yang sah. Kedua, jika PTUN menerima gugatan Ical atau mengatakan SK Menkumhan tidak sah, itu tidak otomatis kubu Ical menjadi pengurus Partai Golkar yang sah.
Artinya, masalah baru akan muncul kalau PTUN memenangkan gugatan kubu Ical karena pasti Menkumham melakukan banding hingga kasasi. Kalau itu dilakukan, makin tidak jelas siapa kepengurusan Partai Golkar yang sah. Sementara di depan mata proses pilkada serentak sudah siap digelar. Jika putusan PTUN menilai SK Menkumham sah, katanya, maka kepengurusan AL menjadi kepengurusan sah PG dan bisa ikut pilkada serentak.
Apapun hasil keputusan PTUN nanti yang jelas rakyat tentu sudah lelah menonton para elit berseteru, terlebih tak ada hal substansi dan kepentingan rakyat yang dibicarakan dalam perseteruan tersebut. Konstituen Partai Golkar yang mengantarkan partai ini menjadi pemenang nomer dua di Pemilu Legislatif 2014 tentu berharap Partai Golkar menyudahi konflik dan mulai fokus menyuarakan aspirasi rakyat.
Persinggungan kepentingan di tubuh Partai Golkar yang dipertaruhkan dalam putusan PTUN itu karenanya bukan sekedar soal kalah menang, tetapi lebih besar lagi yakni soal pertaruhan kepentingan rakyat Indonesia. Kemenangan kubu tertentu akan berpengaruh besar terhadap bagaiman Partai Golkar menyuarakan kepentingan rakyat. Aspek kepentingan bangsa harus masuk dalam memutuskan keabsahan kepemimpinan Partai Golkar.
Bagi rakyat, Partai Golkar tidak boleh lagi hanya menjadi alat politik untuk melanggengkan kepentingan pribadi. Selama kepemimpinan Ical, Partai Golkar memang tidak banyak bicara soal kepentingan rakyat. Partai berlambang beringin itu, hanya menjadi kendaraan politik untuk memfasilitasi bisnis kelompok tertentu terutama bisnis Ical.
Tentu rakyat akan menilai bahwa dibawah kepemimpinan Ical, Partai Golkar hanya menjadi beban negara apalagi sejumlah kasus menyeret Ical: luapan lumpur lapindo sudah menguras APBN hingga ratusan miliaran, bertumpuknya hutang bisnis keluarga Bakrie, praktek-praktek rent seeking economy, kasus pajak, pragmatism politik, moralitas hingga dosa-dosa lain yang tentu merusak negeri ini. Jika PTUN memenangkan kubu Ical, maka dipastikan petaka politik di negeri ini tak terelakkan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H