Mohon tunggu...
Mahmud Aditya Rifqi
Mahmud Aditya Rifqi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Saya Mahmud Aditya Rifqi, Ahli Gizi dan Dosen di Departemen Gizi FKM Unair. Lulusan Program Studi Gizi S1-S2 di IPB, dan S3 di Graduate School of Health Sciences, Hokkaido University, Minat penelitian di bidang Gizi, Kesehatan Masyarakat dan WASH. Semoga tulisan-tulisan dari akun ini dapat bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemanis Buatan: Jerat Manis di Tengah Kegelisahan Orang Tua

19 Januari 2025   14:14 Diperbarui: 19 Januari 2025   14:46 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemanis Buatan (Sumber: https://yoursay.suara.com/health)

Baru-baru ini, masyarakat dihebohkan oleh kabar tentang potensi bahaya pemanis buatan bagi anak-anak dan kelompok rentan lainnya. Seperti petir di siang bolong, para orang tua merasa terkejut dan kecolongan karena produk-produk ini sudah menjadi bagian dari keseharian anak-anak mereka. Keresahan ini menambah panjang daftar kekhawatiran tentang keamanan pangan di tengah masyarakat. Pertanyaannya, masihkah ada ruang bagi masyarakat untuk hidup nyaman mengonsumsi makanan yang benar-benar sehat?

Fakta Pemanis Buatan

Pesatnya pertumbuhan industri makanan dan minuman telah menyebabkan peningkatan kebutuhan gula secara signifikan. Data Kementerian Perindustrian tahun 2023 mencatat kebutuhan gula nasional mencapai 3,4 juta ton, sementara produksi dalam negeri hanya 2,27 juta ton---turun 1,16% dibandingkan tahun sebelumnya. Kekurangan ini mendorong industri mencari alternatif yang lebih ekonomis, stabil, tahan lama, dan sesuai dengan perkembangan teknologi. Pemanis buatan menjadi jawaban, dengan daya tarik berupa klaim "rendah kalori" dan "rendah gula."

Namun, isu mengenai pemanis buatan mencuat setelah beberapa label produk menyatakan peringatan untuk tidak dikonsumsi anak di bawah lima tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui. Hal ini menimbulkan pertanyaan: jika produk ini memiliki potensi bahaya, mengapa masih beredar di pasaran?

Sebenarnya, Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) sudah mengatur penggunaan pemanis buatan secara jelas. Industri diwajibkan mencantumkan peringatan pada label produk yang mengandung pemanis seperti Asesulfam K, Aspartam, Siklamat, Sukralosa, atau Neotam. Jadi, keresahan masyarakat bisa dijawab: keberadaan peringatan ini menunjukkan bahwa produk tersebut memenuhi regulasi, namun penggunaannya tetap perlu diwaspadai, terutama untuk kelompok rentan.

Mengapa Tidak Direkomendasikan?

Lalu, apa dampak negatif pemanis buatan bagi kelompok rentan seperti anak-anak dibawah 5 tahun dan ibu hamil? Secara umum, lembaga-lembaga seperti BPOM RI dan Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menyatakan bahwa pemanis buatan aman jika dikonsumsi dalam batas tertentu. Namun, anak-anak memiliki kondisi tubuh yang berbeda dibandingkan orang dewasa.

Anak-anak sering kali mengonsumsi makanan manis seperti permen, es krim, dan minuman ringan. Paparan makanan ini dapat menggeser pola makan sehat mereka. Pemanis buatan memiliki tingkat kemanisan jauh lebih tinggi dibandingkan gula alami, meski dalam jumlah kecil. Hal ini dapat memengaruhi indra pengecap anak-anak, membuat mereka terbiasa dengan tingkat kemanisan tinggi dan cenderung menolak makanan dengan rasa alami seperti sayur dan buah.

Pada anak di bawah lima tahun, papila lidah masih dalam tahap adaptasi. Penelitian Strawbridge (2018) dari Harvard Medical School menunjukkan bahwa konsumsi pemanis buatan secara berlebihan dapat memicu obesitas, sindrom metabolik, diabetes, dan gangguan metabolisme lainnya. Penelitian ini diperkuat oleh temuan American Diabetes Association (2012), yang mengaitkan konsumsi berlebihan minuman ringan berpemanis buatan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.

Bagi ibu hamil, konsumsi pemanis buatan berlebihan berisiko memengaruhi perkembangan janin. Penelitian menunjukkan bahwa kadar gula darah ibu hamil yang tidak stabil dapat memengaruhi tumbuh kembang bayi, terutama sistem saraf dan metabolisme. Oleh karena itu, pemanis alami seperti madu atau gula dari buah-buahan menjadi pilihan yang jauh lebih aman bagi kelompok ini.

Peran Konsumen: Cerdas Membaca Label Pangan

Selain regulasi pemerintah, masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk menjadi konsumen cerdas. Membaca label pangan adalah langkah awal untuk memastikan produk yang kita konsumsi aman dan sesuai kebutuhan. Label tidak hanya berisi klaim produk, tetapi juga mencantumkan kandungan gizi dan bahan tambahan pangan yang digunakan. Sayangnya, masih banyak konsumen yang mengabaikan informasi penting ini.

Di sinilah peran edukasi publik menjadi penting. Pemerintah, melalui lembaga seperti BPOM dan Kementerian Kesehatan, perlu meningkatkan kampanye literasi gizi untuk membantu masyarakat memahami risiko dan manfaat pemanis buatan. Selain itu, sekolah juga dapat menjadi media untuk mengenalkan pola makan sehat kepada anak-anak sejak dini.

Langkah Menuju Masa Depan yang Lebih Sehat

Industri makanan dan minuman di Indonesia menghadapi tantangan besar untuk memenuhi kebutuhan pasar sekaligus menjaga kualitas produk. Meski pemanis buatan menawarkan solusi ekonomis, implikasi kesehatannya tidak boleh diabaikan. Untuk memastikan kesehatan generasi mendatang, diperlukan langkah kolaboratif antara pemerintah, industri, dan masyarakat.

Pemerintah harus terus memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap bahan tambahan pangan, sementara industri perlu lebih transparan dan inovatif dalam menghadirkan produk yang aman dan sehat. Di sisi lain, masyarakat harus lebih proaktif dalam memilih produk yang mereka konsumsi.

Kesehatan adalah investasi jangka panjang yang tidak ternilai. Mari kita bijak dalam mengonsumsi makanan dan minuman yang beredar di pasaran. Dengan pemahaman yang lebih baik, kita dapat melindungi keluarga kita dari jerat manis yang tampak menggoda, namun menyimpan risiko di baliknya. (MAR)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun