Mohon tunggu...
Mahmud AdityaRifqi
Mahmud AdityaRifqi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Mahmud Aditya Rifqi adalah Ahli Gizi dan Dosen di Departemen Gizi FKM Unair. Mahmud lulusan Program Studi Gizi S1-S2 di IPB, melanjutkan studi S3 di Graduate School of Health Sciences, Hokkaido University, Minat penelitian di bidang Gizi, Kesehatan Masyarakat dan WASH. Aktif dalam berbagai kolaborasi akademik, termasuk antara Universitas Airlangga dan Hokkaido University, Mahmud juga terlibat dalam inisiatif untuk mengatasi isu kesehatan di Indonesia, seperti gizi anak dan penyakit tidak menular. Mahmud kerap membagikan pandangannya melalui tulisan yang mengangkat isu kesehatan dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Program Makan Bergizi Gratis dan Harapan yang Tertumpang

15 Januari 2025   09:47 Diperbarui: 15 Januari 2025   13:29 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Program Makan Bergizi Gratis | ANTARA FOTO/Novrian Arbi via Kompas.com

Pemerintah tampaknya memilih program minum susu sebagai solusi alternatif, namun pendekatan ini terasa ambisius. Dengan produksi susu nasional yang masih terbatas, membuka keran impor besar-besaran bukanlah solusi yang tepat, karena justru dapat menimbulkan masalah baru.

Untuk memastikan keberlanjutan program ini, optimalisasi potensi pangan lokal harus menjadi prioritas. Hal ini selaras dengan cita-cita negara tertuang dalam Perpres No 81 Tahun 2034 tentang penganekaragaman pangan berbasis pangan lokal. 

Susu bukan satu-satunya sumber protein, dan tidak perlu dipaksakan. Ada banyak alternatif lain yang bisa dikembangkan, seperti telur, daging ayam, dan ikan. 

Pemerintah sudah selayaknya memiliki peta sebaran protein lokal yang perlu dikawal secara efektif, sehingga memacu ketersediaan susu tidak menjadi satu-satunya jalan keluar. Potensi pangan lokal dapat menjawab tanda tanya besar terkait keberlanjutan program dan beban ekonomi yang akan ditimbulkan.

Keterlibatan Keluarga

Titik kritis ketiga yang tak kalah penting adalah keterlibatan keluarga dalam program makan siang. Pengalaman dari berbagai negara menunjukkan bahwa peran serta orang tua sering diabaikan, padahal mereka adalah garda terdepan dalam mendukung kesuksesan program ini. 

Orang tua harus memahami betul pentingnya program makan siang ini, karena asupan gizi anak tidak hanya ditentukan oleh makan siang di sekolah, tetapi juga oleh makanan yang mereka konsumsi di rumah di bawah pengawasan orang tua. Semua upaya untuk memastikan gizi seimbang pada makan siang akan sia-sia jika di rumah anak-anak diberikan makanan yang tidak tepat gizi.

Keterlibatan orang tua dapat dimulai dengan program edukasi dan pendampingan yang ditujukan langsung kepada mereka. Belajar dari kesuksesan program makan siang di negara maju seperti Jepang, sekolah-sekolah secara rutin memberikan informasi dan evaluasi pola makan kepada orang tua. 

Dalam hal ini, peran guru harus didukung oleh ahli gizi dan tenaga kesehatan lainnya. Edukasi yang berjenjang dari tenaga kesehatan, guru, hingga orang tua akan menjadikan orang tua sebagai kader utama dalam menyukseskan program ini.

Perhatian terhadap pedoman-pedoman di atas harus menjadi fokus utama pemerintah dalam menjalankan program makan siang gratis. Program ini bukanlah hal baru---sudah diterapkan di 76 negara lainnya dan telah membantu 418 juta anak di seluruh dunia. Namun, di balik banyaknya cerita sukses, terdapat juga kisah kegagalan dan program yang mangkrak akibat mismanagement. 

Selain memastikan aliran dana dan integritas pihak-pihak yang terlibat, pengawasan terhadap kualitas dan efektivitas produk makanan yang ditawarkan juga sama pentingnya. Jangan sampai program ini berakhir sebelum waktunya, hanya dalam hitungan bulan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun