Pada Indonesia 2022, dapat disebut sebagai tahun multi krisis. Tahun krisis kepemimpinan nasional. Tragisnya, presiden, para menteri, anggota legislatif, dan sebagian besar akademisi  tidak bisa menangkap isyarat alam.
Bencana alam terjadi di mana-mana, bahkan BNPB mencatat pada 16 Desember, 3.383 bencana yang terjadi di Indonesia dengan  perincian: 1.451 banjir di berbagai daerah; 1.008 cuaca ekstrem; 620 tanah longsor; 250 kebakaran lahan dan hutan; 27 gempa bumi; dan satu letusan gunung berapi. Belum lagi kasus terkuaknya kebobrokan institusi Polri melalui kasus jenderal Sambo.Â
Tragedi tersebut tidak menyentuh nurani presiden. Beliau tanpa malu, melakukan tradisi keraton sewaktu pernikahan anaknya. Padahal, ada 600 orang meninggal dalam bencana Cianjur. Dahsyatnya, Menteri seribu urusan, mengkritik KPK soal OTTÂ
Menangkap koruptor, dianggapnya kejahatan dan memalukan Indonesia. Padahal, PPATK melaporkan, sepanjang tahun 2022, terjadi pencucian uang hasil korupsi sebesar Rp. 81 triliyun. Apakah beliau menduga, dirinya jadi target  KPK.?
Jokowi Sebaiknya Mundur
Tahun 2022 kemarin, konon beberapa pulau mau dijual atau disewa. Hal ini jelas bertentangan dengan UUD 45 (asli). Namun, Mendagri Tito Karnavian menjelaskan, PT Leadership Islands Indonesia (LII) melelang Kepulauan Widi, Maluku Utara, untuk mencari investor asing, bukan untuk dijual. Apakah beliau anggap, tanah atau pulau tersebut milik presiden, Menteri, gubernur, bupati, walikota, atau camat.? Â Â Â Â
Sejatinya, pulau dan tanah yang ada di negeri ini, milik para raja dan sultan. Mereka yang menyerahkan hak guna pakai ke pemerintah pusat. Jika pemerintah pusat abai, para raja dan sultan dapat menarik kembali hak guna pakai tersebut.
Penyebab semua masalah di atas karena kita mengalami krisis kepemimpinan nasional. Pak Jokowi, maaf, jauh dari kapasitas sebagai pemimpin nasional. Sebab, pak Jokowi "munafik". Ini karena:
"Tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila dia berbicara niscaya dia berbohong, apabila dia berjanji niscaya mengingkari, dan apabila dia dipercaya niscaya dia berkhianat." (HR Bukhari dan Muslim).Â
Beberapa ilustrasi dapat disebutkan. Kompas.com, pada 19 Januari 2012, memberitakan, "Wali Kota Solo Joko Widodo, akrab disapa Jokowi, mengaku bahwa saat ini jumlah pesanan mobil Esemka telah mencapai 4.000 unit. Atas pesanan tersebut, Jokowi mengatakan, mobil buatan siswa SMK ini siap diproduksi pada tahun ini. Saat ini, Kiat Esemka tinggal menunggu uji kelayakan saja."Â
Faktanya, sampai sekarang mobil tersebut tidak pernah muncul. Bahkan, Tempo.Com, Jakarta, 29 September 2018, menurunkan berita, Â Calon Wakil Presiden Ma'aruf Amin menyebut mobil Esemka yang pernah dirintis Joko Widodo atau Jokowi akan diluncurkan pada Oktober mendatang.
"Bulan Oktober nanti akan diluncurkan mobil nasional bernama Esemka, yang dulu pernah dirintis oleh Pak Jokowi. Akan diproduksi besar-besaran," kata Ma'aruf Amin di Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris), Jember, Kamis, 27 September 2018.
Jokowi, 8 Maret 2022, juga mengatakan, sejak 17 Desember 2021 sampai 8 Maret 2022, sudah ada 24.000 unit mobil Esemka yang diekspor dari Pelabuhan Patimban, Subang, Jawa Barat. Padahal, mobil-mobil itu adalah merk Toyota yang diproduksi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia di Kerawang, Jabar. Perusahaan tersebut mengekspor dua juta unit mobil Toyota ke Australia, bukan mobil Esemka. Ilustrasi di atas menunjukkan Jokowi berbohong.
Jokowi berjanji, tidak akan berutang dan impor. Faktanya, utang luar negeri tahun ini saja, 7,5 ribu triliyun. Sayur dan buah pun, diimpor. BPS mencatat, impor sayuran melonjak dan menjadi komoditas impor terbesar pada April 2022. China dan Mesir menjadi pemasok terbesar. "Impor terbesar berasal dari sayuran sebesar US$ 63,6 juta atau meningkat 111,78%. Negara asal barangnya sayuran ini dari Tiongkok (China), Myanmar, dan Mesir," kata Kepala BPS Margo Yuwono. Impor buah pun bertambah US$ 44,1 juta. Padahal, Indonesia, negara agraris. Maknanya, Jokowi tidak tepati janji.
Jokowi diberi amanah untuk menjadi walikota Solo dan gubernur DKI Jakarta, masing-masing lima tahun. Faktanya, Jokowi meninggalkan jabatannya sebelum waktunya. Maknanya, Jokowi khianati kepercayaan rakyat. Tiga contoh di atas menunjukkan, Jokowi tidak pantas menjadi pimpinan nasional. Namun, KPU menetapkan Jokowi sebagai Presiden. Cuma, penetapan KPU tersebut kontroversial. Olehnya, sebaiknya Jokowi mundur saja secara damai. Sebab, ada tiga presiden Indonesia yang dilengserkan secara paksa oleh mahasiswa.Â
Kepemimpinan Nasional
Pemimpin nasional yang berkaliber itu adalah seperti Soekarno, Hatta, Mohammad Natsir, dan Syafruddin Prawiranegara.Â
Soekarno berani mengatakan go to hell with your aid (pergilah ke neraka dengan bantuan mu) ke Amerika Serikat. Soekarno mengatakan itu sewaktu AS mau mendikte Indonesia melalui bantuannya. Bahkan, Soekarno menerbitkan PP No. 10/1959 yang melarang keturunan China berdagang di tingkat kabupaten sampai desa. Â Sebab, 90% dari 86.900 pedagang asing di Indonesia, keturunan China.Â
PP No.10/1959 tersebut memicu Pemerintah Tiongkok mengirim kapal untuk mengangkut keturunan China kembali ke tanah leluhurnya. Desember 1959, kapal yang dikirim pemerintah RRT mengangkut 102 ribu pedagang keturunan China. Menteri Kesejahteraan, Juanda, berdasarkan PP No. 10/59 tersebut, menetapkan, hanya Pengusaha Pribumi yang boleh mengimpor barang-barang tertentu.
Pemimpin nasional yang berkarakter negarawan adalah Bung Hatta. Beliau bernazar untuk tidak menikah sebelum Indonesia merdeka. Beliau, cucu orang kaya di Sumbar, tapi memilih ditahan Belanda. Bahkan beliau dibuang ke Digul, Bandanera, dan Bangka. Beliau, berdasarkan orientasi kerakyatannya, memasukkan koperasi sebagai sistem perekonomian nasional ke dalam pasal 33 UUD 45 (asli).Â
Namun, setelah berbeda pendapat dengan Soekarno mengenai prioritas pembangunan nasional, Bung Hatta mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden.Â
Mohammad Natsir adalah contoh pemimpinan nasional lainnya yang negarawan. Beliau tidak mau menjadi Menteri dalam Kabinet Hatta karena menolak RIS yang berbentuk Uni Indonesia Belanda, pimpinan Ratu Welhelmina.
M. Natsir mengelilingi Indonesia, melobi pemilik negara: para Sultan dan Raja agar mau bergabung dalam NKRI. Beliau juga melobi pimpinan fraksi-fraksi di parlemen Indonesia. Hasilnya, pada 3 April 1950, Mohammad Natsir menyampaikan pidato yang fenomenal, Mosi Integral. Semua anggota parleman setuju Mosi Integral untuk mengubah RIS menjadi NKRI. Mohammad Natsir pun ditunjuk sebagai PM pertama NKRI. Namun, sewaktu berbeda pendapat dengan Soekarno, Muhammad Natsir mengundurkan diri dari PM.Â
Inilah salah satu ciri negarawan. Mengutamakan kepentingan rakyat daripada diri dan golongan sendiri. Tidak seperti pejabat sekarang yang ngotot untuk tidak mau melepaskan jabatan sekalipun sudah selesai waktunya.Â
Syafruddin Prawiranegara yang ada di Sumbar, tanpa mengetahui ada mandat dari Presiden dan Wakil Presiden ke beliau, langsung membentuk PDRI. Syafruddin Prawiranegara sebagai Presiden dan PM, mengantar Indonesia ke KMB yang kemudian melahirkan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh dunia internasional. Syafruddin Prawiranegara, sewaktu mengetahui Soekarno dan Hatta bebas dari tahanan Belanda, langsung mengembalikan mandat ke Soekarno. Itulah ciri negarawan, pemimpin yang tidak haus kekuasaan.
Negara dikuasai Oligarki
Soekarno, Hatta, Mohammad Natsir, dan Syafruddin Prawiranegara mengutamakan perekonomian nasional dikuasai pribumi, sesuai UUD 45 (asli), Jokowi sebaliknya. Pengesahan UU Minerba, Covid19, KPK, Cipta Kerja, dan KUHP sarat konflik kepentingan.Â
Oligarki sangat dominan dalam undang-undang tersebut. Jika Soekarno menerbitkan PP guna membatasi ruang gerak keturunan China, Jokowi sebaliknya. Jika Syafruddin Prawiranegara menghilangkan uang Belanda dan memberlakukan uang Indonesia sendiri, Jokowi sebaliknya. Jika M. Natsir menjaga NKRI dari intervensi kapitalis, liberalisme, dan komunisme, Jokowi sebaliknya.
 Â
Majalah Forbes, 2022 menerbitkan daftar 50 orang terkaya di Indonesia. Total kekayaan mereka sama dengan Rp. 2,811 triliyun, mengalahkan APBN 2022. Dari 50 orang terkaya tersebut, hanya seorang pengusaha pribumi muslim, Chairul Tanjung.
Kekayaannya, Rp. 81 triliyun. Itu pun beliau didukung non pribumi, Salim Group. Sebab, Allo Bank yang dirintisnya didukung Salim group, Bukalapak, serta anak usaha Grab melalui Right Issue Allo Bank (BBHI). (Depok, 29 Desember 2022).
Penulis :
Ketua Majelis Syura Partai Masyumi
Dr. Abdulah HehamahuaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H