Tetap saja, itu belum cukup mewajarkan pertanyaan yang ia lontarkan barusan. Secanggih apapun teknologi masa kini belum membuat rumah tangga kita demikian instan hingga lupa caranya menyeduh minuman instan, bukan? Dan potongan si wanita muda dengan rambut bob hitam kemilau - jaket dan celana jeans - oblong hitam - wedges biru laut dalam, alias tidak bangsawan-bangsawan amat, membuat ia melongo.
“Anda tahu Oreo Martelli?”
“Ore.. apa?”
“Oreo Martelli,” mulut mungilnya mengulang.
Dengan halus, ia putarkan badan dan picingkan mata. Curigai jika sedang berada dalam set komedi situasi atau prank konyol. Tapi tidak ada kamera tersembunyi atau kru dengan topi terbalik. Yang ada adalah dua mata bulat, kecoklatan di lonjong wajah wanita itu. Tatapannya menagih jawaban, atau setidaknya respon tentang Ore..apa tadi?
Seorang pegawai lewat. Hendak mengisi kembali rak tempat coklat-coklat tersimpan. Rak yang sebenarnya belum sepenuhnya habis. Tetapi ia memang tidak berada dalam wilayah pandang pegawai itu, apalagi dalam siklus natural isi ulang etalase coklat-coklatan.
“Lebih baik kita lanjutkan di luar, mbak. Itu pun kalau anda benar-benar penasaran bagaimana tata-cara menyeduh itu.” simpulnya sembari mengulum senyum.
Lalu, mengambil gula di zona promo, yang bersanding dekat minuman berperisa teh, popok bayi, tisu gulung dan papan berangka bercoret merah. Dapati giliran sehabis dia yang membayar tiket kereta Prujakan - Surabaya untuk 4 orang. Sementara wanita Oreo Martelli belum selesai di barisan barang.
Lebih lama mengantri daripada transaksi di kasir. Lebih lama berputar-putar ketimbang mengambil gula yang jelas-jelas tergolek di seberang kasir. Lantas, ambil duduk satu kursi di selasar minimarket itu. Hendak teruskan penggalian akan si wanita unik ini. Pandangan hilir mudik dari trotoar, asbak di meja dan wanita itu yang kini akhirnya ngantri. Bendel green latte tadi rupanya jadi ia beli. Wanita Oreo Martelli memang tak setengah-setengah.
Tulilut..tulilit..tuli
“Papah, beli gula kemana sih? Mimi, Bi Enoh sama Mang Adang mau pergi lagi. Mau terus ke rumah sakit. Pulang dulu, cepet!” Tanpa sempat disela, panggilan itu mati.