Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Introspeksi, Tahun Baru Islam dan Tahun Ajaran Baru

31 Juli 2022   09:27 Diperbarui: 1 Agustus 2022   13:16 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perayaan tahun baru Islam| Kompas.com/Andrea Lukas Altobeli

Baru saja kita memasuki tahun baru Islam, 1 Muharram 1444 H. Berbagai macam acara dilakukan. Doa bersama, tausiah, perlombaan, sampai dengan pawai obor, dan arak-arakan budaya pun dilakukan. Di Indonesia, agama dan budaya memang berjalan beriringan. Dalam budaya ada nilai-nilai keagamaan, begitu juga sebaliknya.

Sebagai pendidik, kami sering membahas nilai-nilai keagamaan dan sosial budaya di sekolah tempat kami mengajar. Bahkan, kami memiliki kelompok-kelompok diskusi kecil yang secara rutin melakukan kegiatan. Kegiatan ini kami namakan "Reading time."

Dalam kegiatan ini, kami membaca, mengkaji, saling berbagi informasi tentang sebuah topik yang dibahas. Setiap individu dalam kelompok turut memberikan kontribusi pemikirannya secara bergiliran. Kegiatan ini dilakukan dengan santai sambil minum secangkir teh panas dan menikmati kebersamaan.

Inilah budaya yang kami bangun. Budaya membaca yang kami integrasikan dengan belajar agama. Meski kami bukan orang-orang yang ahli agama, tetapi paling tidak kami membudayakan belajar agama yang dilakukan berkesinambungan. 

Harapannya, kami akan menjadi individu-individu yang cinta ilmu, yang mau terus belajar kapanpun, dimanapun, dan dalam kondisi apapun.

Entah direncanakan atau tidak, topik yang kita bahas minggu ini adalah tentang introspeksi. Sebuah topik yang kami ambil dari majalah sains, budaya, dan spiritualitas. Majalah yang memang sudah bertahun-tahun memberikan nutrisi ilmu pengetahuan kepada kami.

Jika kita renungi, topik ini sangat relevan dengan momen datangnya peringatan tahun baru Islam beberapa hari kemudiannya. Seolah menambah benang merahnya, reading time minggu ini adalah reading time pertama kami di tahun ajaran baru ini.

Ya, awal tahun ajaran baru dan awal tahun baru, dua momen yang menunjukkan waktunya kita melakukan introspeksi. Dalam agama kita biasa menyebutnya muhasabah. Dalam judul artikel yang kita diskusikan kata introspeksi diikuti dengan tanda kurung. Dalam tanda kurung tertulis frasa "Mengkritik diri."

Kata mengkritik menarik untuk kita bahas bersama. "Jangan mengkritik jika tak menawarkan solusi." Kata ini sering kita dengar ketika kita berinteraksi dalam kehidupan sosial kita. 

Mengkritik memang identik dengan sebuah permasalahan yang perlu dicarikan jalan keluarnya. Dengan adanya kritik diharapkan akan menghadirkan solusi yang terbaik akan permasalahan yang dihadapi.

Pertanyaannya, apakah tidak boleh mengkritik tanpa menawarkan solusi? Sesempit pemahaman saya, mengkritik adalah awal dibukanya ruang diskusi bersama untuk mencarikan sebuah solusi, bukan sekadar ruang menawarkan solusi. 

Seorang pengkritik seyogianya mampu menyiapkan diri, tenaga, waktu, dan pikiran untuk duduk bersama membahas hal yang dikritiknya dengan orang-orang terkait.

Forum diskusi seharusnya menjadi wadah tertinggi untuk bisa membahas sebuah kritikan. Setiap individu yang terlibat seharusnya fokus mencurahkan segenap pikirannya, memberikan kontribusi positif, dan menggunakan pendekatan yang baik dalam berdiskusi. Jika ini bisa dilakukan, maka kritik yang dilakukan akan menjadi sebuah kritik yang membangun. Bukankah kritik yang membangun ini yang diharapkan?

Dalam kritikan membangun tidak boleh muncul apa yang disebut dengan justifikasi negatif. Jangan sampai terlontar kata-kata, "Saya mengkritiknya, karena dia begini atau begitu...dia tidak akan bisa berubah..." Daripada menjustifikasi, kritikan membangun seharusnya memperbaiki. Membangun, bukan justru meruntuhkan.

Setelah memahami tentang kritik, mari kita kembali ke topik introspeksi. Kita kembali ke definisi awal, "introspeksi artinya mengkritik diri." Dalam artikel tersirat bahwa diri itu bukan hanya sebagai individu, tetapi juga masyarakat. 

Bisa juga kita artikan kelompok, komunitas, perkumpulan, ataupun institusi. Dalam konteks ini, introspeksi seharusnya dilakukan tidak hanya dalam diri sendiri, tetapi juga dalam diri institusi.

Hal ini bisa kita sambungkan benang merahnya dengan konsep ikhlas dan ukhuwah dalam agama. Kedua hal ini bagaikan anak kembar yang saking miripnya terkadang kita tak mampu membedakannya. Mereka seolah melebur, bersatu menjadi satu kesatuan. 

Dengan adanya ikhlas akan terbentuk ukhuwah dan jika ada ukhuwah akan mudah mendapatkan keikhlasan. Jika ada ikhlas pasti ada ukhuwah, begitu juga sebaliknya.

Individu (diri) membutuhkan keikhlasan, dan institusi membutuhkan ukhuwah. Jika individu dalam institusi ikhlas, maka dengan sendirinya akan terbentuk ukhuwah dalam institusi. Jika terlihat ukhuwah dalam institusi, maka akan terbentuk individu-individu yang penuh dengan keikhlasan.

Di awal tahun ajaran dan awal tahun baru ini, sejatinya kita mampu melakukan kontrol dan tinjauan ke kedalaman diri (institusi) agar leburan ikhlas dan ukhuwah bisa kita rasakan. 

Kontrol dan tinjauan yang mendalam membutuhkan pengetahuan yang holistis dan komprehensif akan diri (institusi). Maka, kita tidak boleh berhenti untuk terus belajar dan belajar untuk memahami diri (institusi).

Alhasil, introspeksi akan memberikan asa kepada kita. Harapan akan masa depan yang energinya didapatkan dari masa lalu yang banyak memberikan pelajaran kepada kita. 

Introspeksi bukan hanya sekadar evaluasi atas apa yang telah dilakukan, tetapi juga perencanaan yang baik akan apa yang akan kita lakukan. Semoga kita mendapatkan kesuksesan, keberhasilan, kemudahan, dan tentunya keberkahan di awal tahun ajaran dan awal tahun baru 1444H.

Yogyakarta
31/07/2022
@mahirmartin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun