Ramadan hari ketiga belas. Hari ini kita melanjutkan pembahasan Kitab Shahih Bukhari bab memberi makan bagian dari Islam. Berikut teks haditsnya:
Dari Abdullah bin 'Amru; Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam; "Islam manakah yang paling baik? Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: Kamu memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal." (HR. al-Bukhari : 11).
Hadits ini adalah jawaban Nabi SAW atas sebuah pertanyaan salah seorang sahabat. Ada sebuah Nabi SAW ketika menjawab pertanyaan. Beliau akan memberi jawaban disesuaikan dengan siapa yang bertanya.
Pertanyaan yang sama, "Amalan apa yang paling baik dalam Islam?" Adakalanya Rasul menjawab amal yang paling bagus itu adalah shalat di awal waktu. Hal ini karena sahabat yang bertanya kurang dalam hal ini.
Sedangkan dalam hadits ini, Rasul menjawab amalan yang paling bagus adalah suka memberi makan.Â
Pertanyaannya, mengapa suka memberi makan? Diantara hikmah jawaban Nabi SAW adalah karena kebutuhan pokok manusia adalah makan. Orang bekerja untuk makan.Â
Di dalam Al-Quran perintah untuk bekerja berbunyi, "Makanlah!" Maksudnya, kita diperintahkan untuk bekerja, lalu hasilnya kita gunakan untuk makan.
Al-Quran juga memerintahkan untuk makan makanan yang halal dan juga baik (QS Al-Baqarah: 168). Kata halalan thoyiban di Al-Quran disebut sekitar empat kali. Ini menunjukkan bahwa betapa aktivitas makan menjadi ukuran keimanan seseorang.
Makanan yang haram tidak boleh dimakan. Ada dua sisi keharaman.
Pertama, haram karena zatnya. Contohnya bangkai, darah, daging babi, sesuatu yang disembelih bukan atas nama Allah SWT.Â
Kedua, haram karena diperoleh dengan jalan haram. Contohnya, makanan yang didapat dari hasil mencuri.Â
Di dalam Al-Quran karena persoalan makan, seseorang dinyatakan ibadahnya itu buruk atau celaka (QS Al-Maun).
Celaka ini maksudnya apa? Nanti di akhirat ada satu pintu neraka khusus bagi orang yang tidak suka memberi makan kepada saudaranya, padahal ia mampu. Namanya neraka saqr (QS Al-Muddatstsir: 40).
Inilah mengapa Rasul SAW sampai mengajarkan kita doa ketika hendak makan. Ya Allah berkahilah rezeki kami, dan selamatkan kami dari api neraka.
Kandungan kedua dalam hadits ini adalah mengucapkan salam, baik kepada orang yang dikenal ataupun tak dikenal. Hal ini harus dibiasakan.
Bahkan di dalam Al-Quran disebutkan tentang menjawab salam (QS Annisa: 86). Memberi salam itu sunnah tetapi menjawabnya wajib. Begitu indahnya Islam, karena salam itu doa.Â
Dalam sebuah film berjudul selam (salam dalam bahasa Turki) diceritakan makna salam yang lebih luas.
Dalam film itu, salam dimaknai dengan berkhidmah di jalan agama dengan mengedepankan kemanusiaan.
Film ini menceritakan tentang seorang guru yang rela meninggalkan tanah kelahirannya hanya untuk mengajar di daerah terpencil yang jaraknya ribuan kilometer dari tanah kelahirannya.
Tujuannya hanya satu, menebarkan salam dengan mengajar untuk berkhidmah menggapai Ridha Ilahi.
Hari ini kita cukupkan disini. Besok kita akan melanjutkan dengan hadits selanjutnya.
* Refleksi Kajian Ramadan Masjid Inti Iman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H