Di hari kedua Ramadan ini kita akan mencoba memahami hadits kedua dari Kitab Shahih Bukhari. Hadits kedua ini masih merupakan bagian dari bab permulaan turunnya wahyu. Berikut teks haditsnya:
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Hisyam bin 'Urwah dari bapaknya dari Aisyah Ibu Kaum Mukminin, bahwa Al Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah, bagaimana caranya wahyu turun kepada engkau?"
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: Terkadang datang kepadaku seperti suara gemerincing lonceng dan cara ini yang paling berat buatku, lalu terhenti sehingga aku dapat mengerti apa yang disampaikan. Dan terkadang datang Malaikat menyerupai seorang laki-laki lalu berbicara kepadaku maka aku ikuti apa yang diucapkannya.
Aisyah berkata, "Sungguh aku pernah melihat turunnya wahyu kepada Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu hari yang sangat dingin lalu terhenti, dan aku lihat dahi Beliau mengucurkan keringat." (HR. al-Bukhari : 2).
Hadits ini diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah, istri baginda Nabi SAW. Sayidah Aisyah dinikahi baginda Nabi setelah istri pertama Sayyidah Khadijah wafat.Â
Pernikahan baginda Nabi selalu memiliki hikmah. Salah satu hikmah pernikahannya dengan Sayyidah Aisyah adalah terkait perawian hadits.Â
Sayidah Aisyah dikenal sebagai perawi hadits yang cerdas. Dalam urusan agama, Sayyidah Aisyah menjadi salah satu sumber utama, terutama yang berhubungan dengan wanita dan rumah tangga.Â
Bahkan, ada dalil hadits baginda Nabi yang menyebutkan, "Ambillah setengah agama kalian dari Humaira ('Aisyah)."
Sewajarnya pasangan suami istri, Sayidah Aisyah tinggal serumah bersama dengan baginda Nabi. Hal ini menyebabkan Sayyidah Aisyah memiliki kesempatan mempelajari setiap detail kehidupan baginda Nabi. Itulah yang membedakan Sayyidah Aisyah dengan sahabat-sahabat Nabi yang lain.
Setelah kita sekelumit membahas tentang Sayyidah Aisyah perawi hadits ini, sekarang mari kita pahami isi kandunganya. Hadits ini menceritakan bagaimana cara wahyu turun kepada baginda Nabi.
Isi kandungan hadits ini selaras dengan apa yang disampaikan Allah dalam Al-Quran. Dijelaskan bahwa wahyu turun dibalik tabir atau melalui perantara malaikat yang datang langsung menyerupai seorang laki-laki (QS. Ash-Shura : 51).
Wahyu ini juga yang membuat baginda Nabi terbimbing sehingga terpelihara dari kesalahan. Oleh karenanya, baginda Nabi biasa kita sebut maksum.Â
Ketika ada kesalahan dalam prinsip, Allah yang langsung menegur baginda Nabi melalui wahyu. Kita banyak menemukan ayat teguran dalam Al-Qur'an.
Pemeliharaan Allah terhadap kemaksuman baginda Nabi diperkuat dalam wahyu Al-Quran. Disebutkan bahwa ucapan Nabi itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya (QS. An-Najm : 3-4).
Jadi, semua ucapan Nabi itu wahyu. Ada yang benar-benar wahyu Al-Quran. Ada yang bukan wahyu, tetapi sejatinya memiliki substansi wahyu, yaitu hadits.
Oleh karenanya, kita sebagai umatnya, semestinya sebisa mungkin berusaha untuk terus menambah kecintaan kita (mahabbah) kepada baginda Nabi.Â
Caranya? Dengan terus belajar dan mengamalkan ucapan Nabi yang wahyu (Al-Qur'an), dan yang memiliki substansi wahyu (Hadits). Kedua hal inilah yang menjadi pedoman dalam hidup kita.
* Refleksi Kajian Ramadan Masjid Inti Iman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H