Di sisi lain, kebebasan berpikir yang didasari intelektualitas dan menjunjung tinggi kaidah akademis ini seharusnya tidak ditumpangi dengan kepentingan politik, pribadi dan golongan.Â
Kebebasan berpikir yang murni tanpa intrik politik yang seharusnya dikedepankan, didukung, dan diharapkan untuk terus dilakukan oleh para mahasiswa.
Sebuah Refleksi
Ya, nilai-nilai intelektualitas, kaidah akademis, dan nilai-nilai kebaikan seharusnya yang bisa dijadikan batasan dalam kebebasan berpikir. Jangan sampai kebebasan berpikir menjadi kebebasan yang kebablasan.Â
Kebebasan yang kebablasan bisa membawa seseorang kepada mengedepankan hawa nafsunya dan akhirnya membawanya hidup dalam bohemian yang tak jelas juntrungannya.Â
Oleh karenanya, dalam kebebasan berpikir, seharusnya yang dikedepankan adalah berpikirnya bukan kebebasannya.Â
Berpikir yang lebih penting dan perlu dikedepankan. Dengan berpikir, manusia dapat dibedakan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Tanpa berpikir, manusia kedudukannya akan sama saja dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain di dunia.
Ulama dan cendekiawan muslim Muhammad Fethullah Gulen Hojaefendi dalam bukunya Bangkitnya Spiritualitas Islam mengatakan, "Sebenarnya yang paling tepat untuk dilakukan manusia adalah menjalani hidup sambil berpikir dan berusaha menemukan terobosan pemikiran baru agar dapat membuka cakrawala pemikiran yang seluas-luasnya."
Alhasil, kebebasan yang perlu dikedepankan adalah kebebasan berpikir. Kebebasan berpikir yang benar bisa dijadikan salah satu falsafah dalam hidup kita. Falsafah hidup ini juga harus dilandasi dengan prinsip berpikir dan mengembangkan pemikiran.
Dengan landasan yang kuat, falsafah kebebasan berpikir tidak akan menjadi kebebasan yang kebablasan, tetapi akan menjadi kebebasan yang bisa membawa seseorang untuk lebih dekat kepada Zat yang memberikan kebebasan itu kepada manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H