Mudik, membeli baju baru, membuat makanan, dan kue lebaran pun bisa bernilai ibadah yang berlipat pahalanya di bulan yang suci ini. Asalkan semua itu bisa dilakukan dengan kesungguhan hati, dengan niat yang benar, niat untuk melakukan kebaikan kepada orangtua, sanak, dan saudara kita.
Namun, ini tidak berarti bahwa itu semua bisa dijadikan alasan untuk menghiraukan sepuluh malam terakhir Ramadan. Allah SWT Mahatahu apa niat yang ada di dalam hati kita yang sebenarnya. Jika niat kita tulus dan ikhlas, maka Allah SWT akan mengganjarnya dengan ganjaran yang setimpal.
Idealnya, sepuluh malam terakhir memang seharusnya dijadikan sebagai malam-malam istimewa bagi kita yang melaksanakan ibadah puasa. Malam-malam ini seharusnya bisa membawa kita kepada fitrah sehingga bisa terlahir kembali ketika bulan Ramadan telah berakhir. Inilah langkah awal merengkuh esensi Ramadan yang sesungguhnya.Â
Alhasil, sepuluh malam terakhir terlalu berharga untuk dilewatkan. Distorsi yang mungkin bisa kita hadapi di penghujung bulan Ramadan ini seharusnya tidak menghalangi kita untuk mendapatkan keberkahannya.Â
Yang lebih penting lagi adalah bagaimana kita bisa meraih esensi Ramadan. Esensi yang akan membimbing kita menjalani kehidupan lebih bermakna. Semoga kita semua bisa meraih keberkahan di bulan yang mulia ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H