Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meminta dan Memberi Maaf

19 Maret 2021   07:23 Diperbarui: 19 Maret 2021   07:26 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jabat tangan di dunia kerja(SHUTTERSTOCK via kompas.com) 

Meminta dan memberi maaf adalah dua sikap mulia. Meminta maaf jika melakukan kesalahan dan memberi maaf kepada yang memintanya. Keduanya memang tak mudah dilakukan, apalagi sifat manusia yang selalu dilingkupi dengan egoisme. Egoisme yang selalu mengarahkan manusia melakukan pembenaran, tidak mau disalahkan.

Ketika melakukan kesalahan, terkadang kita tak menyadarinya, atau bahkan mungkin mengabaikannya. Kita akan selalu membenarkan diri kita sendiri, ataupun mencari-cari kesalahan orang lain, meskipun kita mengetahui bahwa mereka benar. Rasa ego membuat kita tak bisa berpikir jernih untuk mau meminta maaf.

Di sisi lain, ketika orang lain melakukan kesalahan dan meminta maaf kepada kita, maka perasaan kita juga akan diliputi dengan pembenaran. Merasa diri benar, kita bisa saja mengecilkan orang lain dan enggan memberikan maaf. Apalagi jika kesalahan yang dilakukan kepada kita bersangkutan dengan masalah hati, semakin sulit kita untuk memberikan maaf. Alih-alih memberikan maaf, kita justru malah terjebak pada kondisi melakukan kesalahan.

Ada sebagian kita yang sangat mudah meminta maaf, tetapi sulit memberi maaf. Ada sebagian yang lain justru sebaliknya, mudah memberi maaf dan sulit meminta maaf. Yang celaka adalah ketika kita sulit melakukan keduanya. Yang selamat adalah ketika kita mudah melakukan keduanya.

Sebenarnya, meminta atau memberi maaf sangat berhubungan dengan bagaimana kita memandang kehidupan. Jika kita hanya melihat kehidupan sebagai sesuatu yang berjalan hanya pada saat ini saja, maka tak perlu meminta atau memberi maaf jika terjadi sebuah kesalahan. Kita hanya mementingkan ego sesaat yang membuat kita sulit untuk meminta dan memberi maaf.

Namun, jika kita menyadari bahwa dimensi kehidupan bukan hanya saat ini, tetapi ada dimensi kehidupan masa depan yang akan kita lalui, maka meminta dan memberi maaf menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan.

Dengan meminta dan memberi maaf, maka kita sebenarnya telah memberikan jaminan akan masa depan diri kita yang lebih baik. Ketika kita yang meminta maaf, tak akan ada rasa penyesalan kedepannya. Begitu juga ketika kita memberi maaf, tak akan ada rasa kesal dan dendam yang berkepanjangan. Dengan ini, kehidupan kita akan lebih berjalan tenang, tentram, dan damai.

Meminta dan memberi maaf adalah sikap ksatria yang menunjukkan kelembutan hati dan sikap kita. Kelembutan hati dan sikap ini yang akan meluluh lantahkan dan mencairkan gumpalan es dingin yang ada di dalam hati orang lain. Akhirnya, setiap sikap dan perkataan kita akan mudah diterima oleh orang lain.

Sebaliknya, jika kita tidak mudah dalam meminta dan memberi maaf, kita berpotensi untuk selalu memantik sikap kekerasan dan konflik dengan orang lain. Akhirnya, tak akan terbentuk kemaslahatan dalam kehidupan kita dalam bermasyarakat. Hidup kita akan selalu diliputi rasa kesal, jengkel, bahkan bisa saja terakumulasi menjadi rasa dendam yang berkepanjangan.

Lantas bagaimana sebaiknya cara kita meminta dan memberi maaf?

Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk meminta dan memberi maaf. Hal ini tergantung dengan karakter dalam diri kita yang akan melakukannya. Yang terpenting adalah adanya ketulusan dan kelapangan dada dalam melakukannya. Tanpa ketulusan dan kelapangan dada, permintaan dan pemberian maaf akan terasa hambar.

Kita bisa melakukan permintaan maaf dengan mendatangi langsung orang yang akan dimintai maafnya. Kita juga bisa melakukan permintaan maaf melalui tindakan. Misalnya, kita bisa mengirimkan hadiah sebagai tanda permintaan maafnya. Kita juga bisa meminta maaf dengan perantara orang ketiga yang berperan sebagai mediator permintaan maaf kita.

Jika, kesalahan yang dilakukan bersifat formal, maka permintaan maaf juga bisa dilakukan dengan jalur formal. Misalnya, dengan membuat surat permintaan maaf yang resmi dan terbuka, atau bisa juga  dengan melakukan klarifikasi permintaan maaf melalui media, baik cetak maupun elektronik.

Di sisi lain, memberi maaf juga bisa dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah dengan mengedepankan dialog dan komunikasi yang diliputi dengan perdamaian. Jika itu terasa sulit untuk dilakukan, pemberiaan maaf juga bisa dilakukan dengan mengedepankan kesabaran dan mendoakan kepada orang yang kita anggap perlu untuk diberikan maafnya.

Namun, ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan ketika memberikan maaf. Jika seseorang melakukan kesalahan dengan menyerang keimanan dan kepercayaan kita atau hal-hal yang berhubungan dengan hak orang banyak, maka sikap tegas, terukur, dan rasional perlu dilakukan.

Misalnya, jika ada kita yang menghina agama dan kepercayaaan kita, atau suatu yang terkait hak banyak orang, maka tidak elok jika kita berdiam diri. Kita seharusnya bisa melakukan apa yang kita bisa untuk meluruskan hal ini. Sudah pastinya dengan tetap mengedepankan kelembutan dan kesantunan dalam bersikap. Kita tidak boleh bersikap reaksioner, apalagi bersikap mengedepankan kekerasan yang membabi buta.

Dalam hal ini diperlukan keseimbangan, diperlukan orang-orang yang bisa membaca situasi dan kondisi dengan baik, diperlukan orang-orang yang mengedepankan akal sehatnya dalam bersikap. Jika tidak, alih-alih memberikan maaf, kita justru akan terkungkung dengan perasaan yang hanya membenarkan diri sendiri atau kelompok kita sendiri. Inilah yang dimaksud dengan pembenaran yang belum tentu terbukti kebenarannya.

Alhasil, dalam berinteraksi dengan sesama, pastinya kita tak akan luput dari berbuat kesalahan, baik disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karenanya, mengedepankan sikap ksatria yang mudah meminta dan memberi maaf menjadi sebuah keharusan yang perlu kita kedepankan dan lakukan untuk menuju kehidupan saat ini dan masa depan yang lebih damai, tentram, dan penuh dengan harmoni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun