Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mencetak Generasi yang Mencintai Hakikat Keilmuan

22 Februari 2021   07:02 Diperbarui: 22 Februari 2021   07:12 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi(Cakeio via kompas.com)

Dunia kita kini seolah diisi oleh masyarakat yang sudah kehilangan visi dan misi kehidupan yang hakiki. Masyarakat kita dihadapi dengan degradasi moral, hilangnya karakter, dan penyimpangan dari cara berpikir yang benar.

Kita sebagai masyarakat belum mampu berbuat banyak. Kita masih belum mampu melakukan perubahan dan perbaikan dari kondisi ini. Kita seakan-akan tak berdaya untuk melakukan sesuatu. Kita bagaikan generasi yang kejatuhan bara api yang membakar diri kita, tanpa kita mampu mematikan nyala api yang membakar hangus tubuh kita.

Seharusnya, kita sebagai seorang yang memiliki keimanan, bisa menjadikan musibah yang sedang terjadi ini sebagai wasilah untuk membakar semangat kita. Apalagi, jika yang terbakar adalah sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan dan keimanan kita, nilai-nilai penting dalam kehidupan kita, maka tak elok jika kita berdiam diri tanpa melakukan reaksi untuk memperbaikinya.

Sayangnya, di masa ini kita masih menghadapi paceklik sosok seorang laki-laki pemberani (kahti rijal). Kita masih kekurangan orang-orang yang memiliki cara pandang yang luas dalam memahami permasalahan ini. Kita masih kekurangan orang-orang yang mau berdedikasi untuk melakukan misi suci perbaikan rohani pada generasi. 

Tak pelak, yang seharusnya kita lakukan adalah menyiapkan fondasi lingkungan budaya dimana sosok laki-laki pemberani itu bisa muncul. Lalu, kita perlu membentuk sosok yang memiliki kemauan untuk mempelajari ilmu pengetahuan, melakukan penelitian, dan membacanya dengan memperhatikan amir takwini dan amir tasyri'i.

Di era ini, bisa dikatakan kita tak memiliki lingkungan seperti itu. Memang ada banyak orang yang mempelajari ilmu pengetahuan, ada banyak yang menuangkan pemikirannya, dan ada banyak yang melakukan penelitian. Namun, hal itu tak menjadikan mereka mampu membaca alam semesta dengan benar, mereka tak mampu membentuk hubungan antara alam, manusia, dan Tuhan, dan mereka tak mampu melakukan sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan zaman.

Lantas apa sebenarnya tugas kita sebagai masyarakat? Apa yang seharusnya kita lakukan? Nilai-nilai apa yang perlu kita perhatikan?

Jika kita mau sedikit serius memikirkannya betapa banyak hal yang bisa kita lakukan. Yang pertama dan utama adalah kita perlu membangun generasi yang memiliki semangat untuk terus membangkitkan rasa keingintahuan yang kuat, generasi yang memiliki keinginan menuntut ilmu yang menggebu.

Lalu, kita perlu menyuntikkan misi suci kepada mereka. Kita perlu memberikan apresiasi terhadap pencapaian yang akan mereka raih. Kita juga perlu menyiapkan fondasi yang mendukung terbentuknya generasi yang memiliki kapabilitas dan wawasan yang luas. 

Di sisi lain, jika kita melihat masalah ini hanya dari sisi material keduniawian, dan tidak menghubungkan semangat mencari ilmu dan melakukan penelitian pada diri generasi kepada tujuan yang hakiki, maka kita akan tersangkut dalam kegagalan.

Oleh karenanya, untuk bisa meyampaikan semangat keilmuan kepada rasa cinta yang hakiki pada generasi diperlukan pemahaman amir takwini dan amir tasyri'i secara bersamaan. 

Yakni, perlu adanya pemahaman bahwa segala sebab mungkin terlihat sebagai penyebab, tetapi sebab tidak bisa menjadi penyebab pada sebuah hakikat. Karena penyebab yang hakiki adalah hal yang berbeda.

Jika ilmu pengetahuan tidak berada pada tangan orang-orang yang memiliki keimanan yang kuat dan pemahaman akan hakikat keilmuan yang baik, maka ilmu pengetahuan tidak akan bisa selamat dari lingkaran naturalisme, positivisme, dan materialisme.

Kita sangat membutuhkan pengenalan dan pengetahuan yang layak tentang Penyebab dari segala sebab, memahami dengan benar tugas hakiki manusia sebenarnya, dan juga memahami dengan benar hubungan antara manusia sebagai ciptaan dan Tuhan sebagai penciptanya.

Itu semua sangat tergantung dengan pembentukan fondasi lingkungan keilmuan yang sesuai, pengarahan generasi kepada pencarian ilmu pengetahuan, dan pemberian apresiasi atau hadiah terhadap sebuah kesuksesan yang mereka raih.

Sebenarnya, apresiasi atau hadiah terbesar adalah ketika ilmu yang mereka dapatkan berubah menjadi marifat, lalu marifat berubah menjadi muhabbah, dan dengan itu akan menjadi wasilah bagi mereka memperoleh ridha Tuhannya.

Meskipun seperti itu, apresiasi atau hadiah yang bersifat materi juga tak boleh dilupakan. Ada pemahaman di masyarakat yang mengatakan bahwa marifat mengikuti iltifat (pengarahan atau pemberian yang baik). 

Sejatinya, pemahaman yang seharusnya  adalah iltifat mengikuti marifat. Artinya, semua yang kita lakukan hanya untuk mendapatkan ridha Allah semata (marifat), tanpa menunggu adanya materi yang diberikan (iltifat).

Alhasil, dalam membentuk generasi yang memiliki rasa cinta kepada hakikat diperlukan dukungan jasmaniyah dan maknawiyah, moriil dan materiil dari masyarakat.

Kita perlu menyiapkan lingkungan yang sesuai dan melakukan apa yang sudah menjadi tanggung jawab kita agar tercipta generasi yang berkualitas, memiliki kapasitas dan kapabilitas. 

Jika kita tidak melakukannya, generasi yang kita dambakan tak akan pernah terbentuk, dan kita akan terus berada pada fase menunggu yang entah kapan akan berakhir.

[Baca Juga: Membuat Kehidupan dan Hidup untuk Menghidupkan]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun