Kedua, penulis harus tahu apa yang akan dituliskan. Hal ini berhubungan dengan ide dan gagasan yang akan ditulis. Menurut Bang Fuadi, apa saja bisa dijadikan ide dan gagasan untuk menulis asal ada kemauan dari penulis untuk mengembangkan ide dan gagasannya. Salah satu contohnya adalah momen-momen yang berkesan yang terjadi di dalam kehidupan seseorang.
Novel Negeri 5 Menara yang ditulisnya sebenarnya mengangkat ide yang sangat sederhana. Ia mengangkat peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya ketika harus merantau dari sebuah kampung di tanah Minang untuk bersekolah jauh ke pesantren di pulau Jawa.
Ide yang menurutnya sederhana ini, bagi orang lain mungkin bermakna besar. Novelnya ini pernah menjadi salah satu bahan kuliah di universitas terkemuka di Amerika Serikat. Kata Profesor yang mengajar di universitas tersebut, nilai lokalitas yang diangkat di dalam novel tersebut sangat menarik untuk dipelajari.
Ketiga, penulis harus tahu bagaimana seharusnya menulis. Bang Fuadi sendiri mengatakan bahwa dirinya bukanlah seorang penulis yang berbakat, tetapi dirinya mau belajar. Ketika menulis novel best seller-nya ini, ia banyak membaca referensi novel-novel lain yang berhubungan dengan tema yang diangkat pada novelnya.
Ketika memulai menulis, ia juga mempelajari teknis-teknis penulisan novel. Istrinya sempat khawatir tentang novel yang ia akan tuliskan, karena ia sebelumnya belum pernah menulis novel dan juga jarang membaca novel. Namun dengan usaha yang sungguh-sungguh, dia berhasil menghasilkan karya yang sangat fenomenal.
Selain itu, ketika menulis novel ini, ia banyak melakukan riset untuk menguatkan tulisannya. Ia membuka kembali buku harian tuanya, buku catatan kusam ketika belajar di pesantren, dan juga setumpuk surat-surat yang pernah ia kirimkan yang kebetulan juga dikumpulkan oleh ibunya sebagai sumber inspirasi penulisan cerita.
Keempat, penulis harus bisa meluangkan waktu untuk menulis. Menurut Bang Fuadi, untuk menulis, tidak perlu meluangkan banyak waktu, yang terpenting adalah konsistensi untuk melakukannya. Mottonya, "Sedikit-sedikit lama-lama menjadi buku."
Novel best seller-nya ini, ia tuliskan secara rutin. Setiap pagi sebelum berangkat kerja selama kurang lebih 30 menit ia meluangkan waktu untuk menulis. Bagi setiap orang mungkin memiliki mood yang berbeda-beda untuk mengeluarkan ide-idenya. Ada yang pagi hari, ada yang di keheningan malam, atau ada yang menulis sebagai pengantar sebelum tidur.
Dari cerita pengalaman-pengalaman yang disampaikan Bang Fuadi, rasanya ada keinginan menggebu yang timbul di dalam diri untuk bisa menulis novel. Nampaknya, tujuan panitia menyelenggarakan workshop ini tercapai, setidaknya bagi saya sebagai salah satu peserta.
Alhasil, menulislah apa saja yang bisa dituliskan. Namun, menulislah dari dalam hati. Tulisan yang datang dari hati akan memiliki kekuatan emosi yang bisa sampai juga ke dalam hati pembacanya.
Siapa saja bisa menulis asalkan ada kemauan dan usaha yang sungguh-sungguh, seperti motto dalam novel best sellernya Bang Fuadi, "man jadda wajada (siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan dapat)."