Semalam saya mengecek buku panduan peraturan di sekolah tempat saya mengajar. Ini saya lakukan setelah menonton berita tentang keluarnya SKB Tiga Menteri terkait penggunaan seragam dan atribut  bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah negeri pada hari Rabu lalu (3/2/2021).
Pada awalnya, saya merasa bahwa hal ini adalah hal yang biasa saja. Saya pun tidak terlalu menggubrisnya. Ketika melihat notifikasi siaran langsung kanal Youtube Kemdikbud RI terkait pengumuman SKB ini, saya pun tidak terlalu tertarik untuk menontonnya.
Dalam pikiran saya, hal-hal seperti ini memang seharusnya tidak perlu dibesar-besarkan. Selama saya menempuh pendidikan dan bekerja sebagai pendidik, saya tidak pernah mengalami permasalahan terkait seragam dan atributnya. Aturan mengenai seragam dan atributnya biasanya sudah sangat jelas tertulis dalam peraturan sekolah.
Diskursus SKB Seragam dan Atribut Sekolah
Satu hari setelah SKB diumumkan, salinan SKB ini pun mulai menyebar luas di masyarakat. Sebagai pemerhati pendidikan, timbul rasa penasaran saya untuk membaca isinya. Setelah saya membacanya, secara umum saya menyambut baik isi SKB ini.
SKB ini menyasar kepada pemerintah daerah dan sekolah sebagai subjek, dan peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan sebagai objek.Â
Isi SKB ini sejalan dengan apa yang saya pikirkan. Meskipun saya hanya berpikir dari sisi sekolah dan peserta didiknya saja, hal itu masih sangat relevan. Karena sejatinya, subjek dan objek yang dominan pada SKB ini adalah sekolah dan peserta didik.
Dalam pikiran saya, sekolah memang tidak seharusnya mewajibkan peserta didik untuk menggunakan seragam dan atribut kekhasan agama tertentu. Apalagi bagi sekolah berstatus negeri dan sekolah swasta non keagamaan yang pada umumnya memiliki peserta didik dengan berbagai macam latar belakang agama.
Namun, ada sedikit perasaan yang mengganjal di hati saya terkait SKB ini. Saya merasa, pemerintah terkesan terlalu reaktif menyikapi hal ini.Â
Di dalam SKB tersebut tertera satu poin terkait sanksi pelanggaran terhadap SKB ini. Sanksi yang diberikan pun bukan sanksi biasa, bahkan bisa dikatakan masuk ke dalam kategori sanksi yang sangat berat dan serius.
Disisi lain, ternyata publik juga sangat serius menanggapi SKB ini. Publik, terutama netizen, mengaitkan SKB ini dengan isu-isu intoleransi yang akhir-akhir ini marak terjadi. Wajar saja, publik memang selalu ingin mengaitkan sebuah peristiwa dengan isu-isu hangat yang bekembang di masyarakat.