Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kasus Korupsi, Apakah Pantas Dijadikan Pembelajaran Kejujuran di Sekolah?

1 Februari 2021   08:03 Diperbarui: 1 Februari 2021   08:17 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
7 Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia(KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)

Seorang dokter yang ilmunya didapat dengan kejujuran intelektual bisa mendiagnosis pasiennya dengan benar karena dia memang mengetahui benar keilmuannya. Sebaliknya dokter yang mendapat gelar dokter dengan ketidakjujuran intelektual berpotensi melakukan malpraktek kepada pasiennya karena dia tidak benar-benar memiliki ilmunya.

Di dalam masyarakat kejujuran juga memiliki tempat yang penting. Seseorang yang tidak jujur akan mendapatkan banyak kerugian. Ada sebuah prinsip di masyarakat yang mengatakan, "Pembohong tidak akan pernah dipercayai lagi, walaupun saat itu mereka berkata benar."

Selain itu, kejujuran juga bermakna integritas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integritas berarti mutu, sifat, atau keadaan yg menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yg memancarkan kewibawaan; kejujuran.

Dari definisi ini sangat jelas bahwa kejujuran bisa memancarkan kewibawaan. Seorang pemimpin yang jujur dan berintegritas akan terlihat wibawanya, karena adanya kesesuaian antara hati, tutur kata dan perilakunya. Apa yang dikatakannya selalu mengandung kebenaran.

Terkait dengan kebenaran dan kejujuran di masyarakat, Ustad Bediuzzaman Said Nursi pernah berpesan "Engkau harus berkata benar dalam setiap perkataan, namun engkau tidak berhak untuk menyampaikan semua kebenaran di semua tempat."

Maknanya, setiap perkataan memang harus selalu benar, tetapi setiap kebenaran tidak harus dikatakan, perlu menimbang kelayakan, kepantasan dan keperluannya untuk dikatakan. Jika tidak layak, tidak pantas dan tidak perlu dikatakan, menyimpannya dalam hati akan menjadi sebuah kebaikan.

Oleh karenanya, disaat begitu banyak contoh kejujuran yang bisa dijelaskan, rasanya memberikan contoh kasus korupsi secara langsung tidak lagi diperlukan. Apalagi jika kasus korupsi itu menimpa pejabat dan para tokoh masyarakat.

Yang kita khawatirkan adalah informasi yang kita berikan justru membuat kebiasan dalam cara berpikir siswa. Karena saking banyak dan biasanya kasus korupsi, siswa bisa saja berpikir bahwa korupsi adalah suatu hal yang biasa. Mereka bisa saja berpikir, "Pejabat ini saja bisa melakukan, kenapa saya tidak."

Memang, di era informasi yang sangat bebas, kita tidak bisa menutupi setiap informasi. Pada saatnya siswa akan mengetahui juga pemberitaan tentang kasus-kasus korupsi tersebut.

Ketika itu terjadi, kita sebagai pendidik bisa melakukan pendampingan dan meluruskan pemahaman siswa sehingga tidak terjadi bias. Ini bisa kita lakukan jika siswa itu bertanya tentang hal tersebut, bukan kita yang membuka topiknya kepada siswa.

Alhasil, apakah kasus korupsi pantas dijadikan pembelajaran kejujuran di sekolah? Mungkin hal ini bisa diperdebatkan. Menurut saya, energi positif kejujuran akan lebih tertanam baik dengan menghadirkan contoh-contoh positif kepada siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun