Siapa sangka, bencana banjir bisa merendam 11 kabupaten/kota di Kalimantan Selatan (Kalsel) dari total 13 kabupaten/kota yang ada. Sebuah bencana banjir besar yang tak pernah terbayangkan penduduk Kalsel.
Inilah realitanya, kota Banjarmasin yang terkenal dengan kota seribu sungai pun jadi salah satu yang terdampak. Terdengar lucu memang, "seharusnya karena berjuluk seribu sungai, air semakin mudah mengalir ke laut," ujar salah satu warga net.
Konon katanya, bencana banjir sebesar ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Masih konon katanya, jika pun di Kalsel ada banjir, itu cuma lewat saja karena sungai sudah dikeruk.
Namun, hujan yang tak henti-hentinya terus turun selama dua hari berturut-turut membuat air menggenang. Bukan hanya menggenang biasa, tingginya ada yang sampai dua meter. "Tinggalam sudah rumah ulun," jar urang Banjar ("Tenggelam sudah rumah saya," kata orang Banjar).
Hari ini (Selasa, 19/1/2021) sudah memasuki hari ke-6 banjir, bahkan untuk beberapa daerah mungkin sudah lebih dari seminggu. Meskipun sudah berhari-hari, masih ada beberapa daerah yang masih terendam banjir.Â
Tiga hari terakhir, intensitas hujan memang cenderung menurun. Seharusnya air banjir sudah mulai surut. Namun, air banjir kiriman yang sangat banyak dan air laut yang pasang membuat daerah-daerah yang berada di hilir masih tetap terendam. Entah sampai kapan air akan tetap tergenang.
Musibah besar di Kalsel ini pada awalnya tidak mendapat banyak perhatian di media nasional. Pemerintah pusat pun bisa dibilang terlambat meresponnya. Bahkan, tagar #KalselJugaIndonesia sempat lama menduduki trending topic di twitter.
Setelah viral di media sosial, baru kemudian pemerintah pusat bergerak cepat. Bantuan pusat mulai berdatangan. Bahkan, keesokan harinya Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) langsung datang ke Kalsel meninjau dan memberikan bantuan kepada para pengungsi.
Karena merasa bencana ini adalah bencana besar, hari berikutnya Presiden pun memutuskan meninjau langsung ke Kalsel. Didampingi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Presiden meninjau salah satu jembatan di jalan nasional yang terputus karena tergerus air. Tak lupa juga, Presiden meninjau pengungsi dan membagikan hadiah kepada anak-anak yang terdampak.
Dalam keterangan persnya setelah meninjau banjir, Presiden menyoroti curah hujan yang tinggi selama 10 hari berturut-turut sehingga sungai Barito tidak lagi mampu menampung debit air dan akhirnya air meluap.[1]
Pernyataan ini mungkin akan membuat kecewa beberapa pengamat lingkungan dan rakyat yang memberikan perhatian kepada kelestarian lingkungan.Â
Mengapa? Dilansir dari kompas.com, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono, mencatat 50% dari lahan di Kalimantan Selatan telah beralih fungsi menjadi tambang batubara dan perkebunan sawit.[2]
Sebagai seorang lulusan dari fakultas kehutanan, Presiden sejatinya sudah sangat paham apa korelasi antara data yang diberikan Walhi Kalsel dengan banjir yang terjadi. Entah mengapa persoalan ini tidak disoroti Presiden, hanya Presiden yang tahu.
Seolah tahu apa yang akan terjadi, beberapa saat sebelum kedatangan Presiden ke Kalsel, tokoh masyarakat yang juga merupakan salah satu calon gubernur Kalsel pada pilkada lalu Denny Indrayana mengeluarkan aspirasi terbuka kepada Presiden terkait banjir Kalsel di media sosial miliknya.
Salah satu isinya adalah mengenai investasi yang seharusnya bersahabat dengan lingkungan. Denny juga menyampaikan data yang dirilis Walhi bahwa ada 814 lobang tambang batubara yang memerlukan penegakan hukum dan reklamasi dari 157 perusahaan. Denny menyoroti daya dukung lingkungan dan dampak lingkungan yang terjadi karena menipisnya hutan akibat pembukaan lahan untuk tambang dan kelapa sawit.[3]
Itulah beberapa polemik terkait bencana banjir di Kalsel. Saya patut bersyukur, walaupun saya tinggal di Kalsel, daerah saya tidak terdampak banjir. Tetapi saya sempat khawatir dan berharap-harap cemas. Berharap bencana segala berakhir, banjir segera surut, tetapi juga cemas karena berdasarkan perkiraan cuaca, curah hujan masih akan sangat tinggi di beberapa hari kedepan.Â
Dalam agama, harap-harap cemas ini disebut khauf dan raja'. Khauf adalah perasaan takut terhadap siksa dan keadaan yang tidak mengenakkan karena kemaksiatan dan dosa yang telah diperbuat. Sedangkan raja' adalah perasaan penuh harap akan surga dan berbagai kenikmatan lainnya, sebagai buah dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karenanya, rasa takut yang kita miliki jangan sampai membuat kita putus harapan.Â
Penjelasan Imam Ghazali mengenai khauf dan raja' patut kita renungi. Imam Ghazali pernah ditanya, manakah yang lebih utama di antara khauf dan raja'? Untuk menjawab pertanyaan itu, Sang Imam balik bertanya, "Mana yang lebih enak, roti atau air?"Â Bagi orang yang lapar, roti lebih enak. Bagi yang kehausan, air lebih enak. Jika rasa lapar dan haus hadir bersamaan dan kedua rasa ini sama-sama besar porsinya, maka roti dan air perlu diasupkan bersama-sama.
Sayangnya, di zaman yang penuh kelaparan dan kehausan seperti sekarang ini, kita hanya punya roti atau air saja. Tidak punya keduanya. Kebanyakan kita memiliki rasa takut akan bencana yang kita hadapi, tetapi rasa takut tidak diikuti harapan. Padahal, rasa takut hanya akan bisa diimbangi dengan harapan kasih sayang dan rahmat yang akan diberikan Tuhan kepada kita.
Alhasil, bencana banjir ini harus kita jadikan wasilah bagi kita untuk memuhasabah diri atas apa yang telah kita lakukan terhadap lingkungan.Â
Selain itu, bencana ini seharusnya bisa juga menguatkan harapan kita akan pertolongan Tuhan. Hal inilah yang akan meningkatkan keimanan kita kepada Tuhan.Â
Semoga bencana banjir di bumi Kalsel tercinta akan segera berakhir dan alam kembali bersahabat dengan kita semua. Amiin.
[Baca Juga:Â Setelah Growth Plan Lanjutkan dengan Action Plan]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H