Oleh karenanya, manusia harus terus bergerak secara dinamis menuju pengembangan dan perbaikan. Semua dilakukan dengan terus berproses di dalam kehidupan. Proses yang dilakukan itulah yang menandai kehidupan seseorang.
Namun, kedinamisan dalam berproses juga memerlukan arahan dan koridor yang benar. Jika tidak, kedinamisan dalam berproses juga tidak akan membawa kemaslahatan.
Misalnya saja dalam konteks bencana banjir. Banjir adalah air yang mengalir. Sejatinya, air yang mengalir itu baik, suci dan mensucikan. Kebalikannya, air yang tak mengalir itu busuk, kotor, dan sumber penyakit.
Namun, ketika air yang mengalir berlebihan dan tidak mengalir di arah dan koridor yang benar, maka bencana banjir yang terjadi. Seperti yang kami alami saat ini.
Alhasil, musibah banjir adalah hukum alam yang merupakan sebab-akibat yang terjadi atas kehendak Tuhan. Kita harus menerimanya dengan lapang dada, dan tak elok untuk berkeluh kesah.
Namun, itu bukan berarti kita harus rebahan dan bermalas-malasan saja, justru seharusnya kita terpanggil untuk mempelajari hukum alam, memahami sebab-akibat terjadinya banjir ini.Â
Ketika kita melakukannya, kita akan menyadari betapa lemahnya, betapa kecilnya, dan betapa tidak sempurnanya kita di hadapan keagungan Tuhan Yang Maha Esa.
[Baca Juga: Ketika Siswa Mendapatkan Nilai Kurang Baik Menjadi Tamparan Kasih Sayang Bagi Guru]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H