Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Vaksin Gratis, Antara Euforia dan Kesadaran Masyarakat

18 Desember 2020   10:57 Diperbarui: 19 Desember 2020   06:51 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DPA/ILIYA PITALEV via DW INDONESIA Ilustrasi penyuntikan vaksin Covid-19. 

Pemerintah akhirnya menggratiskan vaksin COVID-19. Hal ini disampaikan pemerintah untuk menjawab keresahan masyarakat terkait harga vaksin. Euforia vaksin memang menjadi headline beberapa minggu ini. Meskipun sebenarnya belum tentu juga semua masyarakat mendapatkan vaksin, mengingat jumlah vaksin yang masih sangat terbatas, tetap saja ada kegembiraan di masyarakat.

Sejak kedatangannya beberapa minggu lalu, vaksin memang menjadi salah satu topik yang dibicarakan masyarakat. Isu-isu terkait harga, keamanan, keefektifan, kehalalan, distribusi, dan prioritas vaksinasi membuat risau dan galau sebagian masyarakat.

Pada keterangan persnya, Pemerintah, langsung melalui tampuk pimpinan tertinggi Presiden Jokowi mengatakan bahwa setelah memperhatikan masukan masyarakat dan menghitung kembali keuangan negara, maka diputuskan vaksin digratiskan untuk diberikan ke masyarakat. Selain itu, Presiden juga mengatakan akan menjadi orang pertama yang divaksinasi. Tujuannya untuk meyakinkan masyarakat akan keamanan vaksin ini.

Pada video konferensi pers yang diunggah di media sosial, terlihat presiden begitu antusias menyampaikan berita ini. Hal ini terlihat dari mimik dan gesture yang ditunjukkan Presiden. Informasi resmi yang disampaikan pemerintah ini seolah membawa angin segar di masyarakat. Setidaknya isu tentang harga dan keamanan bisa dijawab oleh pemerintah. Dan juga informasi ini juga bisa dijadikan penetralisir isu-isu politik dan keamanan negara yang ramai juga dibicarakan akhir-akhir ini.

Tak bisa dipungkiri, vaksin adalah barang yang paling ditunggu-tunggu masyarakat saat ini. Kalau kata orang vaksin itu ibarat eliksir yang akan mengubah kehidupan. Masyarakat semakin jenuh dengan kondisi kehidupan di masa pandemi. Masyarakat membutuhkan pencerahan untuk bisa melanjutkan kehidupannya secara normal kembali.

Vaksin dan Pemahaman Masyarakat 

Muncul pertanyaan, apakah vaksin ini benar-benar bisa menghentikan pandemi?

Jawabannya pasti sangat tergantung dengan pemahaman masyarakat tentang COVID-19 dan tentang pandemi itu sendiri. Apabila masyarakat benar-benar sudah menjadi masyarakat yang teredukasi dengan baik (well educated society), tentunya vaksin akan menjadi senjata pamungkas yang ampuh untuk melawan virus ini.

Selama kurun waktu hampir satu tahun masyarakat berjuang melawan pandemi, seharusnya masyarakat sudah benar-benar memahami dan teredukasi dengan baik. Patut diakui, pemerintah dengan segenap elemen pembantunya di pusat dan di daerah sudah berusaha keras sebisa mungkin memberikan pendidikan yang terbaik kepada masyarakat.

Namun pada kenyataannya, masih banyak masyarakat yang belum memahami dengan baik permasalahan pandemi ini. Masih banyak masyarakat yang melanggar protokol kesehatan dimana-mana. Masih banyak masyarakat yang tidak memakai masker dan masih berkumpul di kerumunan. Lebih ironisnya, masih ada juga sebagian masyarakat yang bahkan tidak percaya akan keberadaan COVID-19.

Melihat kondisi ini, harapan bahwa vaksin akan bisa menjadi senjata pamungkas rasanya akan sulit terealisasi. Perlu adanya usaha-usaha tambahan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk membangun kesadaran masyarakat dalam menghadapi pandemi.

Manusia Sebagai Khalifah di Muka Bumi

Ya, kesadaran masyarakat menjadi kata kuncinya. Vaksin mungkin akan menjadi solusi penanganan  permasalahan pandemi yang bisa diterima secara akal dan logika. Namun, apakah vaksin bisa menjawab solusi terkait dengan kesadaran masyarakat? Masih menjadi sebuah tanda tanya besar.

Terkait hal ini, saya teringat sebuah ceramah dari seorang ulama dan intelektual Muhammad Fethullah Gulen yang membahas tentang tanggung jawab manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini.

Khalifah dalam hal ini berarti bahwa seolah manusia menjadi wakil Tuhan di muka bumi ini. Manusia ditugaskan menjadi pengelola yang berkuasa melakukan kebaikan dan kemaslahatan di muka bumi.

Lebih jauh, Gulen menjelaskan bahwa untuk memahami hakikat tugasnya menjadi khalifah di muka bumi, manusia seharusnya memiliki hubungan yang kuat dengan Tuhannya. 

Selain itu, manusia juga dituntut untuk bisa membaca, meneliti, mengenal, memikirkan, dan mentafakuri keberadaan muka bumi ini dengan baik sehingga bisa menjadi wakil yang benar-benar bisa merefleksikan keberadaan Tuhan.

Yang menjadi inti penjelasan Gulen adalah bahwa untuk menjadi khalifah di muka bumi, manusia tidak boleh terpaku dengan akal dan logika. Manusia seharusnya bisa berpikir lebih jauh dan mendalam, keluar dari kungkungan akal dan logika. 

Jika manusia menganggap bahwa bumi ini hanya sebagai sebuah laboratorium dimana manusia meneliti dan mengobservasi entitas di dalamnya dengan hanya menggunakan akal dan logika, maka tidak akan terbentuk kesadaran yang mendalam pada diri manusia akan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini.

Sebuah Refleksi Tentang Kesadaran Masyarakat

Lantas apa hubungannya antara tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi dengan vaksin?

Ya, untuk menjadi khalifah di muka bumi, manusia tidak cukup hanya menggunakan akal dan logika. Begitu juga halnya dengan menghadapi pandemi. Vaksin adalah ibarat hasil dari penggunaan akal dan logika manusia. Untuk bisa keluar dari pandemi, akal dan logika saja tidaklah cukup, dibutuhkan kesadaran lebih pada masyarakat. Kesadaran inilah yang sulit untuk direalisasikan.

Dengan digratiskannya vaksin, tidak serta merta bisa memunculkan kesadaran di masyarakat. Tanpa kesadaran, mungkin vaksin tidak akan banyak membantu dalam menghadapi peandemi, apalagi keefektifannya juga masih dipertanyakan.

Namun, masyarakat tidak boleh putus asa. Pemerintah juga tidak boleh berhenti dan bosan untuk terus menerus menjadi pembimbing dan penunjuk jalan bagi masyarakat untuk bisa benar-benar memahami pentingnya kesadaran masyarakat dalam menghadapi pandemi.

Alhasil, digratiskannya vaksin merupakan keputusan besar yang diambil pemerintah. Mungkin langkah ini bisa menjadi pemicu kesadaran masyarakat untuk lebih bisa berhati-hati lagi dalam menghadapi pandemi. 

Jangan sampai langkah besar pemerintah terkait vaksin ini justru membuat masyarakat euforia dan terlena. Tugas kita bersama untuk tetap fokus menghadapi pandemi dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan sebagaimana di masa ketika vaksin belum ada.

[Baca Juga: Pembelajaran Daring Semester Ini Usai, Bagaimana Semester Depan?]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun