Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyambut Hari Guru Nasional

24 November 2020   20:57 Diperbarui: 24 November 2020   21:03 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Besok, 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Tanggal 25 November diambil dari Hari Ulang Tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (HUT PGRI). Tahun ini PGRI sudah memasuki usia ke-75, seumuran dengan negara kita.

Artikel ini saya tulis setelah selesai mengajar daring pagi hari ini. Sebagai seorang guru, saya ingin menyambut HGN dengan sebuah refleksi. Terutama refleksi terkait dengan pembelajaran daring yang sedang kita jalani saat ini.

Kesetimbangan Kimia dan Guru

Kebetulan, hari ini saya mengajar topik kesetimbangan kimia pada siswa kelas 11. Ternyata kesetimbangan banyak juga maknanya dalam kehidupan. Ketika saya merefleksikannya dengan siswa banyak hal menarik terungkap. Dalam kehidupan biasanya kata kesetimbangan memang tak banyak digunakan, biasanya masyarakat lebih banyak menggunakan  kata sinonimnya, yaitu keseimbangan.

Namun, sebagian orang membedakan kesetimbangan dan keseimbangan. Kesetimbangan biasanya menunjukkan suatu keadaan dimana 2 buah keadaan mengalami kesamaan dalam hal besaran, namun berbeda wujud maupun jenis. Sedangkan keseimbangan adalah suatu keadaan di mana 2 buah keadaan mengalami kesamaan dalam hal besaran, wujud maupun jenis.

Ada yang menarik ketika kita membahas kesetimbangan kimia. Diketahui, kesetimbangan kimia itu bersifat dinamis, tidak statis. Maksudnya, keadaan setimbang terjadi ketika reaksi bisa berjalan dua arah (reversible). Reaksi maju dan reaksi balik berjalan secara terus-menerus dan dengan kecepatan yang sama.

Kedinamisan yang membawa kesetimbangan atau keseimbangan dalam kehidupan bisa dilihat dari analogi sepeda. Untuk bisa seimbang ketika naik sepeda, seseorang harus terus mengayuh pedalnya. Jika berhenti mengayuh, kesimbangan akan goyah, dia bisa jatuh dari sepeda.

Seorang guru pun mirip sebuah reaksi kesetimbangan. Seorang guru harus dinamis untuk menjaga keseimbangan. Ada sebuah kalimat bijak, "Hidup itu seperti bersepeda, jika kamu ingin menjaga keseimbanganmu, kamu harus terus bergerak maju." 

Begitulah kiranya seorang guru, harus terus bergerak. Jika tak bergerak, guru tak akan bisa maju. Guru yang tak aktif bergerak bisa berbahaya. Air yang diam dan tidak mengalir saja biasanya menjadi sumber penyakit dan menyebabkan air berbau tak sedap. 

Begitu juga guru yang malas bergerak, pastinya tidak akan banyak bermanfaat, bahkan bisa merugikan. Merugikan dirinya, merugikan sekolah, dan pastinya merugikan siswanya.

Keseimbangan Guru di Masa Pandemi

Di masa pandemi, pendidikan menjadi salah satu sektor yang paling terkena dampaknya. Sekolah ditutup, siswa dirumahkan, dan pembelajaran harus berubah menjadi pembelajaran daring.

Pembelajaran daring memang solusi terbaik, tetapi bukan berarti tanpa masalah. Tidak sedikit siswa yang mengalami kendala dan masalah. Masalah ancaman putus sekolah, kendala tumbuh kembang, dan tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga menjadi bumbu pembelajaran daring. Belum lagi kendala infrastruktur teknologi yang kurang memadai.

Di saat kondisi darurat seperti ini, guru dituntut untuk dinamis, terus bergerak, terus maju untuk menjaga keseimbangan. 

Di beberapa daerah terpencil, karena keterbatasan infrastruktur, pembelajaran daring tak bisa berjalan mulus. Akhirnya, guru harus datang menghampiri siswanya satu persatu, berjalan dari rumah ke rumah. Belum lagi masalah akses ke rumah siswa, yang belum tentu semuanya mudah dijangkau.

Guru yang di kota, tak kalah sulit perjuangannya. Memang, infrastruktur di kota sudah lebih baik dari daerah terpencil, tetapi hal itu tak menjamin pembelajaran daring bisa berjalan mulus. Permasalahan screen time, tidak maksimalnya tatap muka, interaksi yang minim dengan siswa, membuat guru harus berpikir keras bagaimana meramu pembelajaran yang akan dilakukan agar bisa efektif.

Ya, jika siswanya tidak berlaku macam-macam mungkin pembelajaran bisa berjalan baik. Bagaimana jika siswanya tertekan, stress, dan tidak termotivasi untuk belajar daring? Itu semua semakin menambah beban guru dalam mengajar daring. Di satu sisi mengurus persiapan mengajar daring, di sisi lain memikirkan permasalahan siswa.

Ditengah berbagai macam problematika yang harus dihadapi, guru harus tetap tegar, tahan, dan bersemangat dalam mengajar. Dukungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan pemerintah sangat penting untuk menjaga motivasi guru dalam menghadapi semua ini. Kiranya itulah mungkin makna tema dari peringatan HGN tahun ini yang berbunyi, "Bangkitkan Semangat Wujudkan Merdeka Belajar".

Ilustrasi logo Hari Guru Nasional (HGN) 2020(Kemendikbud)
Ilustrasi logo Hari Guru Nasional (HGN) 2020(Kemendikbud)

Logo peringatan HGN tahun ini pun begitu bermakna. Logo berbentuk hati dengan warna ungu, biru, merah muda, orange, biru laut, hijau, merah, dan hijau muda mengilustrasikan empat anak yang sedang bersorak gembira seolah menggambarkan kondisi guru saat ini. Guru yang sedang berjuang untuk membuka hati siswanya untuk bergembira menghadapi keadaan pandemi yang tak pasti arahnya.

Ya, beginilah seorang guru seharusnya menyambut HGN, dengan menjaga kedinamisan dan terus bergerak mendidik anak negeri. Bukankah menyambut adalah memang kegiatan dinamis? Bukankah menyambut berarti terus memberikan pelayanan terbaik yang dimiliki? Bukankah menyambut berarti menjadi garda terdepan menghadapi pandemi ini?

Alhasil, kedinamisan guru terkadang memang tak terlihat oleh kasat mata. Laksana pergerakan partikel pada sistem kesetimbangan yang tak bisa dilihat perubahannya. 

Guru memang melakukannya bukan untuk dilihat, tetapi guru melakukannya karena panggilan hati. Panggilan hati untuk mendidik generasi, agar tidak kalah melawan pandemi.

[Baca Juga: Makan Buah Simalakama Corona: SKB 4 Menteri dan Penemuan Vaksin]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun