Minggu lalu pemerintah mengeluarkan surat keputusan bersama (SKB) empat menteri terkait dengan panduan penyelenggaraan pembelajaran pada semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2020/2021 di era pandemi covid-19.
Ini merupakan SKB ketiga yang dikeluarkan pemerintah selama hampir 8 bulan pembelajaran berlangsung secara daring. Dari satu SKB ke SKB lainnya terlihat terjadi relaksasi pemerintah berkaitan dengan perizinan pembelajaran tatap muka.
SKB pertama mengatakan hanya daerah zona hijau saja yang diizinkan tatap muka. SKB kedua, zona kuning pun diperbolehkan. Sekarang, SKB ketiga, semua zona boleh tatap muka, asalkan ada izin dari pemerintah daerah (pemda), satuan gugus tugas (satgas) covid-19 daerah, dan komite sekolah sebagai perwakilan orang tua.
Buah Simalakama SKB
Tak pelak, bagi masyarakat, terutama yang tinggal di daerah, SKB 4 menteri ini bagai makan buah simalakama corona. Serba salah mau melakukan apa. Tak mudah untuk mengambil keputusan, karena ini berhubungan dengan keselamatan masyarakat.
Baru-baru ini Pak Jokowi kembali menegaskan bahwa keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi. Bahasa hukumnya diambil dari adagium latin, "Salus populi suprema lex esto."
Mengapa hal ini menjadi buah simalakama bagi daerah?Â
Di satu sisi, pemerintah daerah dan jajarannya harus bisa mengambil keputusan yang benar-benar bisa dipertanggung jawabkan. Dalam artian, jika memang sekolah harus dibuka, harus benar-benar mengikuti prosedur dan protokol kesehatan secara jelas.Â
Sekolah harus dibuka berdasarkan data yang benar mengenai ceklis kesiapan sekolah, dan sudah pastinya data kasus penyebaran covid-19.
Meskipun data beberapa daerah menunjukkan bahwa kasus positif sudah mulai melandai, tetapi belum ada jaminan daerah tersebut aman. Ada selentingan yang mengatakan adanya zona semangka, hijau di luar, merah di dalam.
Di sisi lain, daerah masih kesulitan dalam mempersiapkan infrastruktur dan sumber daya manusia untuk bisa memastikan kesiapan pembukaan sekolah.Â