Misalnya, dalam suatu reaksi terdapat dua tahap reaksi pada mekanisme reaksinya. Tahap pertama berjalan cepat, tahap kedua berjalan lambat. Maka, hukum laju reaksi, yang akan menentukan laju reaksi, harus ditentukan berdasarkan tahap reaksi yang lambat, bukan yang cepat. Tahap yang lambat inilah yang akan menentukan laju keseluruhan reaksi.
Hal ini kita bisa dianalogikan seperti sebuah perlombaan lari. Perlombaan lari akan selesai ketika peserta terakhir, yang sudah pastinya peserta yang paling lambat, mampu menyentuh garis finish.
Dari sini kita pahami, revolusi yang seharusnya terjadi memerlukan waktu yang tidak cepat. Apalagi jika kita mau merevolusi akhlak atau mental pastinya akan memakan waktu yang lama. Yang perlu dilakukan cepat adalah tindakan kita untuk memulai revolusi. Itu yang harus segera dilakukan sebelum masalah akan menjadi semakin besar.
Alhasil, jika dilihat dari sudut pandang agama, revolusi akhlak memang perlu, tetapi hal ini tidak berarti revolusi mental tidak perlu. Mungkin revolusi mental adalah bagian dari revolusi akhlak itu sendiri.
Yang jelas, kedua revolusi semestinya dilakukan dengan cepat dan juga lambat. Kita harus cepat bergerak memulainya, tetapi jangan dipaksakan dan terburu-buru ingin melihat hasilnya, perlu menunggu waktu yang lebih lama.Â
Yang perlu kita lakukan adalah untuk bisa bersabar dalam melakukan proses perubahan, karena biasanya perubahan tidak instan, perlu waktu yang lama untuk menghasilkan perubahan yang benar-benar bisa dirasakan manfaatnya. Perlu diingat, yang instan itu biasanya enak diawal tapi efeknya bisa berbahaya.
[Baca Juga: Setiap Kita adalah Pahlawan]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H