"Masks of survival" itu istilah yang saya baca pada buku yang berjudul personality plus karya Florence Littauer.
Buku ini membahas tentang kepribadian manusia. Ada 4 tipe kepribadian manusia yang dibahas, yaitu sanguinis, koleris, melankolis dan plegmatis.
Kepribadian Manusia
Tipe sanguinis dikenal dengan nama popular sanguine. Tipe ini identik dengan kata popular karena kepribadiannya yang suka berbicara, penuh dengan kesenangan, kegembiraan, dan terbuka. Kepribadian tipe ini dikontrol oleh pesona pada manusia.
Tipe koleris dikenal dengan nama powerful choleric. Tipe ini identik dengan kata powerful karena kepribadiannya yang suka melakukan, penuh dengan kekuatan, pengaruh, dan berorientasi pada tujuan. Kepribadian tipe ini dikontrol oleh rasa takut, ancaman, dan kemarahan.
Tipe melankolis dikenal dengan nama perfect melancholy. Tipe ini identik dengan kata perfect karena kepribadiannya yang suka berpikir mendalam, detail, terstruktur, dan suka kesempurnaan. Tipe ini cenderung pendiam dan menyendiri. Kepribadian tipe ini dikontrol oleh keadaan hati (mood).
Tipe plegmatis dikenal dengan nama peaceful phlegmatic. Tipe ini identik dengan kata peaceful karena kepribadiannya yang suka menonton, penuh kedamaian, rileks, fleksibel. Tipe ini dikontrol oleh penangguhan atau penundaan akan sesuatu.
Littauer mengatakan bahwa kita dilahirkan dengan beberapa kelebihan dan kekurangan, dan tidak ada rumus yang ajaib yang bisa bekerja baik untuk kita semua.
Manusia bisa memiliki kepribadian yang mirip, tetapi tidak mungkin sama. Perbedaan kecerdasan, kebangsaan, tingkat ekonomi, lingkungan, dan pengaruh orangtua dapat membedakan kepribadian manusia.
Masks of Survival
Littauer menggunakan istilah "Masks of survival" atau "Topeng keselamatan" untuk menjelaskan dua kondisi ekstrim yang mungkin terlihat pada seseorang.
Personality (kepribadian) itu sendiri secara etimologis berasal dari kata "persona". Kata "persona" merujuk pada topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di zaman Romawi kuno.
Menurut Littauer sikap ekstrim manusia terjadi karena adanya respon dari rasa sakit/ketidaknyamanan di masa lampau. Masa lampau ini identik dengan masa kecilnya.
Misalnya, untuk menarik perhatian orangtuanya, seorang anak yang melankolis menggunakan topeng kepopuleran sanguinis atau sebaliknya seorang anak sanguinis, karena selalu mendapat penolakan akan menggunakan topeng melankolis untuk menunjukkan kesempurnaannya.Â
Kebanyakan anak-anak yang berada pada lingkungan rumah yang tidak berfungsi baik (dysfunctional home) akan mengenakan topeng melankolisnya. Mereka berpikir, "Jika saya bisa sempurna, Ayah tak akan memarahiku, Ibu tak akan berteriak padaku."
Banyak hal yang bisa menyebabkan dysfunctional home. Di antaranya, pengaruh minuman keras, obat-obatan, penolakan orangtua, kekerasan seksual atau emosi, atau ajaran radikal keagamaan.
Anak yang berada dalam kondisi ini tidak mengetahui bagaimana untuk bisa melawan sistem dalam dirinya. Akhirnya, mereka memilih untuk menempuh jalan apapun agar bisa membantunya selamat dari kondisi itu.
Ketika anak beranjak dewasa mereka akan terlihat memiliki kepribadian yang terbagi (split personalities) dan mereka tidak memahami keadaan ekstrem yang berubah-ubah (extreme mood swings).Â
Kepribadian terbagi pada orang dewasa, bisa dilihat pada pekerjaannya. Jika terdapat dua kepribadian yang terbagi menjadi koleris dan plegmatis. Keduanya terlihat berkebalikan dalam memahami pekerjaan.Â
Koleris suka bekerja, plegmatis suka bersantai. Yang terjadi pada kepribadian terbagi adalah orang tersebut akan membagi hidupnya menjadi dua bagian, bekerja keras di kantor dan bermalas-malasan di rumah, tanpa mau mengerjakan apapun. Kondisi ini terlihat tidak seimbang.
Kepribadian terbagi ini akan bisa sangat berbahaya jika salah dalam pengontrolan dan cara berpikir.Â
Misalnya kita pikirkan seorang anak yang koleris. Jika anak bertipe koleris tidak diberikan tempat dalam memutuskan sesuatu di keluarga, maka anak tersebut akan memiliki dua pilihan. Apakah harus melawannya dengan konsekuensi menjadi anak yang nakal (bad child) atau diam dan menerima otoritas sampai ia bisa keluar dari rumah.
Kebanyakan anak seperti ini akan berkata pada dirinya sendiri, "Saya akan diam sekarang, tetapi ketika saya bisa keluar dari situasi ini, tak akan ada yang bisa mengontrol saya lagi."Â
Jika ini yang terjadi, ketika dewasa, anak ini akan berada pada keadaan ekstrim yang berubah-ubah, terkadang mudah dikontrol, terkadang sulit dikontrol. Kondisi ini pastinya tidak akan membawa kebaikan, karena tidak adanya keseimbangan dalam kehidupan.
Alhasil, setiap anak memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Tidak ada kepribadian yang lebih unggul satu dari yang lain.Â
Sebagai orangtua, yang perlu kita lakukan adalah bukan melabeli anak, tetapi memberikan pemahaman kepada mereka kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri mereka.
Ketika mereka memahaminya, mereka akan mampu menempatkannya dengan penuh keseimbangan tanpa harus mengenakan "Masks of survival" pada dirinya.
[Baca Juga: Corona Menjadikan Paman Biden Presiden Negeri Paman Sam]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H