Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bukan Libur Panjang, tetapi Libur dalam Keseharian

28 Oktober 2020   22:53 Diperbarui: 30 Oktober 2020   02:13 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi liburan(SHUTTERSTOCK via kompas.com)

"Liburan nga ngaruh buatku..." kata istriku santai, setelah kuberi tahu bahwa ada libur panjang minggu ini.

Ya, minggu ini memang ada jadwal cuti bersama yang agak panjang. Dimulai dari hari Rabu ini (28/10/2020) sampai dengan Minggu (1/11/2020), kalau dijumlah kira-kira 5 hari berurutan.

Liburan adalah Istirahat

Bagi saya, waktu libur patut disyukuri. Setidaknya ada waktu istirahat bagi saya. Istirahat dari berkegiatan online di depan layar. Begitu juga bagi istriku, sebenarnya liburan ini bisa dimaknai istirahat. Istirahat dari menemani si sulung belajar online.

Meskipun begitu, kalau dipikir-pikir, perkataan istriku itu ada benarnya. liburan tidak banyak berpengaruh baginya. Karena, pekerjaan sehari-hari sebagai Ibu rumah tangga, ya tidak ada liburnya. Kalau libur, efeknya rumah pasti berantakan, anak-anak tak terurus, dan bisa jadi tidak ada makanan untuk keluarga.

Ya, begitulah sejatinya manusia, sebenarnya tidak ada kata liburan bagi manusia. Kegiatan dalam kehidupan terus berjalan, bagaikan putaran roda waktu yang tak akan pernah berhenti.

Terkait liburan, saya sangat setuju dengan apa yang dituliskan Pak Mujiburrahman, Rektor UIN Antasari Banjarmasin, dalam sebuah artikelnya. "Libur adalah istirahat dalam arti mengalihkan pikiran dan kegiatan kepada sesuatu yang positif di luar kegiatan rutin." Tulisnya pada kolom jendela asuhannya di B-Post hari ini.

Jadi, menurut beliau libur adalah istirahat. Menurut KBBI, istirahat adalah "berhenti (mengaso) sebentar dari suatu kegiatan (untuk melepaskan lelah)." Karena itu, jika liburan adalah istirahat, maka liburan tidak boleh terlalu panjang, hanya sebentar untuk sekedar melepaskan lelah dan kepenatan. 

Ya, terlalu panjang liburan berdampak tidak baik, terlalu pendek liburan juga tidak terasa. Yang pas adalah yang sedang-sedang saja, tidak terlalu panjang, dan tidak terlalu pendek. Liburan yang seperti itulah yang bisa dimaknai istirahat.

Manusia memang perlu beristirahat. Seseorang yang cukup beristirahat akan memiliki daya tahan tubuh yang baik sehingga akan menjadi lebih sehat. Orang yang sakit pun, salah satu cara pengobatan adalah dengan istirahat yang cukup.

Perspektif Lain Istirahat

Ulama Muhammad Fethullah Gulen memiliki perspektif berbeda mengenai istirahat. Menurut beliau istirahat bisa dilakukan dengan mengalihkan kegiatan dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain.

Misalnya, jika kita sedang bekerja bisa diselingi dengan membaca, di kesempatan lain bisa juga diselingi dengan menulis. Dengan ini, otak akan selalu di buat fresh. Dengan secara berkelanjutan otak dialihkan untuk bekerja dengan hal-hal baru.

Jika sudah terlalu lelah maka tidurlah. Sejatinya, tidur juga sebuah pekerjaan, dan tidur adalah sebaik-baiknya istirahat.

Libur dan istirahat memang seperti saudara kembar, keduanya memiliki kemiripan, sama-sama mengalihkan pikiran atau kegiatan. Dari pemahaman ini, libur dan istirahat tidak dimaknai hanya berleha-leha, menghabiskan waktu tanpa ada manfaatnya. 

Libur Panjang di Masa Pandemi

Di masa pandemi ini, entah apa yang kita rasakan. Libur tak libur terasa sama saja. Awal pekan dan akhir pekan menyatu menjadi hari yang sama. Setiap hari terasa seperti sebuah liburan yang berkepanjangan bagi kita. 

Sebelum liburan panjang kali ini datang, perdebatan mengenai apa yang akan terjadi sudah mencuat. Akankah liburan panjang ini membawa dampak buruk pada penyebaran covid-19? Akankah klaster-klaster baru akan terbentuk? Itulah kekhawatiran sebagian masyarakat.

Di sisi lain, masyarakat sudah terlalu lelah dengan corona, terlalu lelah tinggal di rumah, terlalu lelah untuk selalu mengikuti protokol kesehatan. Orang menyebutnya "Corona Fatigue." Intinya, masyarakat memerlukan liburan.

Sebenarnya, corona fatigue bisa diatasi dengan mudah. Caranya? Mari kita perhatikan lanjutan tulisan Pak Mujiburrahman pada kolom jendelanya, "Berlibur tidak harus berarti pergi ke luar kota, tetapi membaca novel, berkebun, berkumpul keluarga juga bisa."

Apa yang disebutkan Pak Mujiburrahman adalah kegiatan-kegiatan dalam kehidupan yang bisa dan biasa kita lakukan di rumah. 

Jika kegiatan-kegiatan dalam kehidupan bisa kita lakukan dengan teratur, maka kita akan bisa sampai pada sebuah keadaan dimana "Kita bekerja ketika berlibur, dan berlibur ketika bekerja." Artinya libur adalah bagian dari kehidupan keseharian kita.

Alhasil, di awal pandemi dulu saya pernah menulis sebuah artikel yang berjudul "Liburan dalam Liburan Berkepanjangan" yang saya maksud adalah sesuatu yang bisa terjadi karena imbas pandemi. 

Kini, ketika kita memahami makna liburan dengan benar, tidak ada lagi istilah liburan berkepanjangan atau libur panjang, yang ada adalah libur dalam keseharian. 

Kiranya, begitulah seharusnya keseharian kita, jika ingin kehidupan kita bahagia. Kebahagian yang tak dibatasi oleh durasi seberapa panjang liburan yang dilaksanakan. Kebahagiaan yang kita dapatkan dalam keseharian kehidupan kita.

[Baca Juga: Persatuan adalah Saling Memahami dalam Perbedaan]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun