Hari Jum'at kemarin (9 Oktober 2020), Komite Nobel mengumumkan peraih hadiah nobel perdamaian 2020.Â
Tahun ini komite nobel memilih beberapa organisasi sebagai nominasi penerima hadiah. Mereka bersaing dengan beberapa nama individu yang juga memang patut diperhitungkan untuk menerima hadiah tersebut.
Sebuah Pilihan yang Mengejutkan
Dalam sejarah nobel, beberapa kali komite nobel memilih sebuah organisasi/badan/lembaga sebagai pemenang hadiah nobel. Perserikatan bangsa-bangsa (PBB), Uni Eropa, dan beberapa organisasi lain pernah terpilih sebagai peraih hadiah ini.
Mengejutkan, tahun ini komite memilih Organisasi pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Program Pangan Dunia atau World Food Program (WFP) sebagai pemenangnya. Padahal banyak orang memprediksi Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) sebagai kandidat terkuat peraih hadiah.
Tak bisa dipungkiri, tahun ini kontribusi WHO dalam penanganan pandemi covid-19 memang luar biasa. Bukan karena pandemi berhubungan dengan kesehatan, tetapi WHO mengajak dan menyerukan seluruh warga dunia untuk bekerja sama melawan pandemi. Wajar jika WHO mejadi kandidat kuat.
Sekarangpun WHO juga masih sedang berjuang untuk menyatukan dunia untuk menemukan vaksin. WHO juga berjuang melawan vaccine nasionalism yang menjadi perbincangan hangat dunia.Â
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus berkata, " Tidak ada yang aman, sampai semua orang aman" Intinya, tak ada jalan keluar melawan virus selain kebersamaan dan solidaritas antar negara.
Walaupun mengejutkan, pemilihan WFP sebagai pemenang bukanlah hal yang kontroversial. Sebagai sebuah organisasi, WFP juga memiliki peran yang sangat penting di era pandemi.
Tak bisa dipungkiri, pandemi covid-19 telah berkontribusi pada meningkatnya jumlah korban kelaparan di dunia. Warga di beberapa negara Afrika, Amerika Selatan dan Asia menjadi yang paling terkena imbasnya.Â
Kelangkaan pangan dan kelaparan merupakan ancaman serius bagi mereka. Jika tak ada organisasi seperti WFP yang menanganinya, semakin banyak korban yang mungkin akan berjatuhan.
Pesan yang Bisa Diambil
Terpilihnya WFP sebagai peraih nobel perdamaian memiliki pesan yang perlu kita renungi. Seolah hal ini mengingatkan kita akan beberapa nilai penting yang perlu kita kedepankan di dunia.
Pertama, terpilihnya sebuah organisasi, bukan individu, memiliki nilai tersendiri. Sebuah organisasi adalah simbol kolektivitas. Kolektivitas hadir untuk mempersatukan. Di masa pandemi ini, bukankah persatuan, kebersamaan, dan solidaritas yang perlu kita usahakan? Â
Emile Durkheim menyebut hal ini dengan representasi kolektif (collective representation) dimana manusia dipersatukan dengan simbol-simbol. Mungkin hadiah nobel perdamaian ini, bisa juga dijadikan simbol persatuan dunia untuk perdamaian.
Kedua, diangkatnya isu kelangkaan pangan dan kelaparan seolah mengingatkan kita akan angka kemiskinan di dunia. Kelaparan disebabkan oleh kemiskinan. Di masa pandemi, angka kemiskinan meningkat tajam seiring dengan meningkatnya angka pengangguran.
Berdasarkan laporan terakhir World Economic Forum (WEF) baru-baru ini, masih menempatkan pengangguran di posisi teratas pada resiko regional melakukan bisnis. Bahkan berdasarkan laporan itu, imbas pengangguran karena pandemi akan bisa terasa pada dunia bisnis sampai 10 tahun kedepan. Sungguh hal yang sangat mengerikan.
Ketiga, isu kelangkaan pangan dan kelaparan mengingatkan kita akan bahayanya konflik. Jika kita perhatikan, dimana ada konflik, disitu ada kemiskinan dan kelaparan. Begitu juga sebaliknya, dimana ada kemiskinan dan kelaparan, disitu rentan terjadi konflik.
Dunia pada saat ini masih berjuang melawan tantangan konflik yang terjadi dimana-mana. Berbagai macam sebabnya. Isu agama, ideologi, politik, perebutan kekuasan dan pengaruh menjadi isu yang sangat rentan untuk membakar api konflik.
Yang teraktual adalah konflik yang terjadi di Nagorno-Karabakh antara Azerbaijan yang di backing Turki melawan Armenia yang di backing Rusia. Jika konflik ini berkelanjutan bukan tidak mungkin akan terbentuk zona konflik baru yang bisa menyebabkan klaster kelaparan baru.
Sebuah Refleksi
Ya, pesan pentingnya persatuan, masih adanya kemiskinan dan konflik di dunia memang sangat penting untuk kita perhatikan dan carikan solusinya.
Sebenarnya, permasalahan dunia ini sudah disampaikan oleh Ustad Bediuzzaman Said Nursi beberapa puluh tahun yang lalu. Nursi mengatakan dalam bukunya Risalah Nur, ada tiga permasalahan dunia, kemiskinan, konflik dan kebodohan.Â
Kemiskinan dan konflik tidak akan terjadi jika tidak ada kebodohan. Kebodohan bisa dientaskan dengan pendidikan. Pendidikan adalah pusatnya. Pendidikan adalah kuncinya.
Masyarakat terdidik akan mudah dipersatukan, tidak mudah terprovokasi dan tersulut konflik. Masyarakat terdidik akan mampu menjawab tantangan ekonomi yang mendera kehidupannya sehingga jauh dari kemiskinan.
Terlepas itu semua, hadiah nobel ini sudah pastinya adalah hasil pilihan bersama, bukan hanya diputuskan satu dua orang saja. Ada sebuah komite didalamnya. Komite yang duduk bersama, berpikir bersama, dan memutuskan bersama.
Ulama Muhammad Fethullah Gulen menyebut hal ini dengan collective comprehension atau pemahaman bersama. Pandangan bersama lebih berharga daripada pandangan pribadi, meskipun pribadi itu adalah seorang yang jenius sekalipun. Dalam agama dikatakan bahwa sesuatu yang diputuskan bersama pasti akan mendapatkan keberkahan.
Alhasil, hadiah nobel yang diberikan kepada WFP di masa pandemi ini terasa sangat penting. Benar pernyataan yang disampaikan komite nobel bahwa sampai saat kita memiliki vaksin medis, makanan adalah vaksin terbaik untuk melawan kekacauan. Baik kekacauan yang disebabkan pandemi ataupun yang lainnya. Bersyukurlah kita yang masih diberi nikmat makanan oleh Tuhan. Itulah sebenarnya inti pesan yang ingin disampaikan.
[Baca juga: Memahami Paham dan Gagal Paham]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H