Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesan di Balik Hadiah Nobel Perdamaian 2020

11 Oktober 2020   10:17 Diperbarui: 11 Oktober 2020   10:18 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi logo WFP, penerima Nobel Perdamaian 2020 (Twitter/Nobel Prize via kompas.com)

Terpilihnya WFP sebagai peraih nobel perdamaian memiliki pesan yang perlu kita renungi. Seolah hal ini mengingatkan kita akan beberapa nilai penting yang perlu kita kedepankan di dunia.

Pertama, terpilihnya sebuah organisasi, bukan individu, memiliki nilai tersendiri. Sebuah organisasi adalah simbol kolektivitas. Kolektivitas hadir untuk mempersatukan. Di masa pandemi ini, bukankah persatuan, kebersamaan, dan solidaritas yang perlu kita usahakan?  

Emile Durkheim menyebut hal ini dengan representasi kolektif (collective representation) dimana manusia dipersatukan dengan simbol-simbol. Mungkin hadiah nobel perdamaian ini, bisa juga dijadikan simbol persatuan dunia untuk perdamaian.

Kedua, diangkatnya isu kelangkaan pangan dan kelaparan seolah mengingatkan kita akan angka kemiskinan di dunia. Kelaparan disebabkan oleh kemiskinan. Di masa pandemi, angka kemiskinan meningkat tajam seiring dengan meningkatnya angka pengangguran.

Berdasarkan laporan terakhir World Economic Forum (WEF) baru-baru ini, masih menempatkan pengangguran di posisi teratas pada resiko regional melakukan bisnis. Bahkan berdasarkan laporan itu, imbas pengangguran karena pandemi akan bisa terasa pada dunia bisnis sampai 10 tahun kedepan. Sungguh hal yang sangat mengerikan.

Ketiga, isu kelangkaan pangan dan kelaparan mengingatkan kita akan bahayanya konflik. Jika kita perhatikan, dimana ada konflik, disitu ada kemiskinan dan kelaparan. Begitu juga sebaliknya, dimana ada kemiskinan dan kelaparan, disitu rentan terjadi konflik.

Dunia pada saat ini masih berjuang melawan tantangan konflik yang terjadi dimana-mana. Berbagai macam sebabnya. Isu agama, ideologi, politik, perebutan kekuasan dan pengaruh menjadi isu yang sangat rentan untuk membakar api konflik.

Yang teraktual adalah konflik yang terjadi di Nagorno-Karabakh antara Azerbaijan yang di backing Turki melawan Armenia yang di backing Rusia. Jika konflik ini berkelanjutan bukan tidak mungkin akan terbentuk zona konflik baru yang bisa menyebabkan klaster kelaparan baru.

Sebuah Refleksi

Ya, pesan pentingnya persatuan, masih adanya kemiskinan dan konflik di dunia memang sangat penting untuk kita perhatikan dan carikan solusinya.

Sebenarnya, permasalahan dunia ini sudah disampaikan oleh Ustad Bediuzzaman Said Nursi beberapa puluh tahun yang lalu. Nursi mengatakan dalam bukunya Risalah Nur, ada tiga permasalahan dunia, kemiskinan, konflik dan kebodohan. 

Kemiskinan dan konflik tidak akan terjadi jika tidak ada kebodohan. Kebodohan bisa dientaskan dengan pendidikan. Pendidikan adalah pusatnya. Pendidikan adalah kuncinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun